Publik Tantang PDIP Tiru NasDem Pecat Sahroni dan Nafa Urbach: Kapan Deddy Sitorus?

- Senin, 01 September 2025 | 08:15 WIB
Publik Tantang PDIP Tiru NasDem Pecat Sahroni dan Nafa Urbach: Kapan Deddy Sitorus?


Badai politik yang menumbangkan sejumlah anggota dewan ternyata belum berakhir. Setelah NasDem memecat Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, serta partai lain melakukan evaluasi, kini "spotlight" panas publik bergeser dan menyorot tajam ke markas PDI Perjuangan (PDIP).

Satu nama kini menjadi target utama di media sosial ialah Deddy Sitorus.

Publik secara terbuka mempertanyakan mengapa kader PDIP tersebut masih aman di posisinya, padahal ia juga dianggap telah "melukai hati rakyat" dengan pernyataan yang dinilai arogan.

Kemarahan publik terhadap Deddy Sitorus dipicu oleh pernyataannya yang dianggap merendahkan dan tidak sebanding dengan rakyat biasa.

Dalam sebuah forum atau unggahan media sosial, ia diduga melontarkan kalimat yang menyiratkan superioritasnya sebagai pejabat di atas "rakyat jelata".

Pernyataan ini, di tengah situasi di mana rakyat sedang berjuang dan menuntut empati, menjadi bensin yang menyulut api. Di platform X (dulu Twitter), seruan untuk menindak Deddy Sitorus menggema keras.

"Aspirasi rakyat yg mana yg anda dengar dan laksanakan buk? Kenapa @deddysitorus tidak anda pecat seperti partai2 lain? Dia juga melukai hati rakyat Lo yg menganggap dirinya tidak layak dibandingkan dengan rakyat jelata," cuit seorang pengguna, yang diamini oleh ribuan lainnya.

Standar Baru Telah Ditetapkan, PDIP Diuji Konsistensinya

Langkah cepat yang diambil NasDem, Gerindra, dan partai lainnya dalam merespons kemarahan publik secara tidak langsung telah menciptakan sebuah standar baru dalam akuntabilitas politik.

Publik kini menuntut perlakuan yang sama rata bagi semua partai tanpa terkecuali.

PDIP, sebagai partai pemenang pemilu dengan jargon "partai wong cilik" (partai rakyat kecil), kini berada di bawah tekanan.

Diamnya PDIP dalam kasus Deddy Sitorus dianggap sebagai sebuah inkonsistensi yang ironis. Publik melihatnya sebagai standar ganda yakni garang pada lawan politik, namun lembek pada kader sendiri yang bersalah.

Jika Memecat Deddy Sitorus, maka partai akan dianggap responsif terhadap suara rakyat dan konsisten.

Namun, ini juga bisa dilihat sebagai tindakan reaktif karena tekanan publik, bukan dari kesadaran internal.

Jika mempertahankan Deddy Sitorus maka PDIP berisiko dicap sebagai partai yang arogan, tidak mendengar kritik, dan melindungi kadernya yang telah melukai perasaan publik. Citra sebagai "partai wong cilik" bisa luntur seketika.

Seluruh mata kini tertuju pada Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan jajaran elite PDIP.

Keputusan yang mereka ambil terkait nasib Deddy Sitorus akan menjadi penentu, apakah PDIP masih sejalan dengan suara rakyat yang mereka klaim perjuangkan, atau justru sudah terpisah jauh dari denyut nadi grassroots.

Bagaimana menurut Anda? Apakah PDIP harus segera mengambil tindakan tegas terhadap Deddy Sitorus untuk membuktikan konsistensinya? Atau ada pertimbangan lain? Sampaikan pendapat Anda di kolom komentar!

Sumber: suara
Foto: Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus (Suara,com/Lilis)

Komentar