“Mereka tahu bahwa aksi itu hanya memperparah citra DPR. Artinya ada friksi internal di koalisi Prabowo sendiri, karena sebagian kader partai tidak ingin terjebak dalam permainan yang bisa merugikan pemerintah,” tambahnya.
Isu pembubaran DPR juga disebut Amir akan merembet pada kredibilitas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Sebab, mayoritas anggota DPR saat ini berasal dari koalisi pendukung Prabowo.
“Jika DPR dilemahkan dengan narasi kebencian, maka yang terkena imbas bukan hanya legislatif, tapi juga eksekutif. Publik akan menilai bahwa pemerintahan Prabowo tidak mampu menjaga kredibilitas institusi negara. Dan ini sangat berbahaya bagi stabilitas politik ke depan,” papar Amir.
Ia menegaskan bahwa melemahkan DPR sama artinya dengan merusak pondasi demokrasi.
“Kalau DPR hilang legitimasinya, bagaimana mekanisme check and balance berjalan? Akibatnya, kepercayaan publik kepada Prabowo pun ikut terkikis.”
Lebih jauh, Amir menilai isu ini juga berdampak serius pada lembaga penegak hukum, terutama Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“DPR adalah mitra pengawas dua lembaga ini. Kalau DPR dilemahkan atau bahkan sampai ada wacana dibubarkan, maka pengawasan kinerja Kejagung dan KPK menjadi timpang. Yang rugi adalah rakyat, karena agenda pemberantasan korupsi bisa terhambat,” jelasnya.
Menurut Amir, kondisi ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk memperlambat atau bahkan menghalangi proses hukum kasus besar yang sedang berjalan.
“Jadi bukan hanya soal politik Gibran. Ada dampak domino ke penegakan hukum yang lebih luas,” tegasnya.
Amir Hamzah menyebut dinamika ini bagian dari “perang psikologis politik” di tingkat elite.
Strateginya sederhana: mengalihkan kemarahan rakyat dari satu isu besar ke isu lain.
“Alih-alih membicarakan pemakzulan Gibran, energi publik diarahkan untuk membenci DPR. Itu teknik klasik dalam geopolitik, mengalihkan fokus agar aktor tertentu selamat,” paparnya.
Dalam politik Indonesia, pola saling menunggangi memang kerap terjadi.
Menurut Amir, saat ini Geng Solo masih memiliki pengaruh di parlemen, termasuk di dalam koalisi besar pendukung Prabowo.
“Mereka bisa saja membuat blunder demi blunder untuk memancing emosi publik. Jika rakyat makin benci DPR, maka wacana pembubaran DPR jadi terlihat masuk akal. Padahal, itu hanya alat untuk menyelamatkan kepentingan tertentu,” katanya.
Amir menegaskan bahwa rakyat harus kritis menghadapi situasi ini.
“Isu pembubaran DPR mungkin tampak menggoda, tetapi harus diwaspadai jangan sampai justru menjadi jebakan politik yang menguntungkan kelompok kecil, sementara demokrasi dan penegakan hukum yang jadi korban,” pungkasnya.
Sumber: SuaraNasional
Artikel Terkait
Polisi Gerebek Pesta Gay di Surabaya, Ini Kronologi Lengkap yang Berawal dari Laporan Warga
Bocoran Dokumen hingga Pengacara! 4 Kesamaan Mengejutkan Proses Perceraian Andre Taulany dan Baim Wong
Sengkarut Utang Whoosh: Alasan Jokowi Tegaskan KCJB Bukan untuk Cari Untung
Satu Kembali, Sisanya Hilang: Daftar Lengkap Perhiasan yang Dicuri dari Louvre Paris