Dari Jalanan ke Gedung KPK: Simbol Seruan Menyeret Jokowi dan Keluarganya

- Jumat, 03 Oktober 2025 | 15:05 WIB
Dari Jalanan ke Gedung KPK: Simbol Seruan Menyeret Jokowi dan Keluarganya


Dari Jalanan ke Gedung KPK: 'Simbol Seruan Menyeret Jokowi dan Keluarganya'


Aksi demonstrasi yang berlangsung di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, 2 Oktober 2025, bukanlah peristiwa biasa. 


Ia mencerminkan sebuah bahasa politik rakyat yang tak bisa lagi dibungkam: bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, bahkan terhadap mantan presiden dan keluarganya.


Ketika massa mengusung tema “Adili Jokowi dan Koruptor”, yang disuarakan sejatinya bukan sekadar kekecewaan, tetapi sebuah tuntutan konkret: menyeret Jokowi dan keluarganya untuk diperiksa atas berbagai indikasi kasus korupsi yang ramai dibicarakan publik. 


Dari proyek infrastruktur raksasa, dugaan konflik kepentingan di lingkaran bisnis, hingga penguatan dinasti politik—semua membentuk gambaran suram tentang warisan kekuasaan yang jauh dari cita-cita reformasi.


Gedung KPK yang selama ini dianggap kehilangan taring, didatangi bukan hanya untuk didemo, tetapi untuk diingatkan kembali: ia lahir dari rahim reformasi, dan tidak boleh berubah menjadi alat legitimasi bagi kejahatan kekuasaan. 


Seruan “adili Jokowi” adalah simbol perlawanan terhadap impunitas, sebuah pesan bahwa tidak ada nama yang terlalu besar untuk diseret ke hadapan hukum.


Lebih dari itu, demo kemarin mengirimkan sinyal bahwa rakyat sudah muak dengan politik keluarga. 


Gibran Rakabuming yang kini duduk di kursi wakil presiden dianggap bukan lahir dari demokrasi sehat, melainkan hasil manipulasi aturan dan etika


Bagi banyak orang, ini bukan sekadar masalah politik, tapi juga luka konstitusional: sebuah pengkhianatan terhadap semangat reformasi yang dulu memutus rantai kekuasaan absolut.


Maka, aksi di KPK sesungguhnya adalah simbol perlawanan terhadap dua hal sekaligus: korupsi yang dibiarkan berakar, dan dinasti politik yang dipaksakan. 


Menyeret Jokowi dan keluarganya ke hadapan hukum bukan sekadar tentang mencari kambing hitam, melainkan tentang memulihkan wibawa negara hukum, yang hari ini nyaris runtuh di bawah tekanan kepentingan pribadi.


Rakyat yang datang kemarin sadar, jalan panjang menuju keadilan tidak mudah. Tetapi mereka juga tahu, diam berarti tunduk.

Halaman:

Komentar

Terpopuler