polhukam.id- Indonesia dikenal dengan semboyan nasionalnya yang kuat dan penuh makna yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Ungkapan ini, yang berarti "Meskipun berbeda-beda, tetap satu jua", mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman masyarakat Indonesia.
Namun, tahukah Anda bahwa semboyan ini ternyata memiliki sejarah yang panjang dan berakar jauh hingga ke zaman kerajaan di Nusantara?
Kalimat Bhinneka Tunggal Ika bukanlah semata-mata slogan yang diciptakan pada masa kemerdekaan Indonesia.
Jejaknya dapat ditemukan dalam kakawin Sutasoma, sebuah karya sastra berbahasa Jawa Kuno yang ditulis oleh Mpu Tantular pada masa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14.
Dalam pupuh 139 bait 5, Mpu Tantular menulis:
"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa."
Artinya:
"Meskipun berbeda zat Buddha dan Siwa, tetaplah esa adanya, tidak ada kebenaran yang kedua."
Kalimat ini digunakan Mpu Tantular untuk menggambarkan toleransi dan kesatuan di antara umat Hindu dan Buddha yang hidup berdampingan pada masa itu.
Ia menekankan bahwa meskipun memiliki kepercayaan yang berbeda, pada hakikatnya semua agama mengajarkan kebaikan dan kebenaran yang sama.
Konsep Bhinneka Tunggal Ika kemudian semakin relevan seiring dengan berkembangnya Majapahit menjadi kerajaan besar yang mempersatukan berbagai wilayah di Nusantara.
Keberagaman suku, agama, dan budaya yang ada di bawah naungan Majapahit menjadi tantangan sekaligus kekuatan bagi kerajaan.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: tentangguru.com
Artikel Terkait
Waduh! Wakil Ketua DPR RI Geram dan Walk Out dari Acara Pelantikan Rektor UPI, Ada Penghinaan Bahasa?
Utang Luar Negeri Naik 8,2 Persen, Tembus Rp7.040 Triliun pada April 2025
Surat Terbuka TOM Pasaribu: Indonesia Milik Rakyat, Atau Milik Joko Widodo dan Kelompok?
Waduh! Pulau di Anambas Kepulauan Riau Dijual Via Online