Strategi Masyarakat Bernalar Sehat: 'Tangkap & Adili Jokowi!'
Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP
Isyarat bahaya itu sudah menyala. Bukan sekadar bunyi bip, tapi sinyal merah terang benderang.
Jokowi—dalam tafsir masyarakat bernalar sehat—telah melewati batas toleransi etik dan hukum.
Jika Kepala Polri dan Ketua KPK diganti, bersamaan dengan bergantinya Menteri Pertanian (yang notabene erat dalam pusaran kasus jagung impor dan mafia pangan), maka jelaslah: bukan saja sistem tengah digiring ke jurang pembusukan, tetapi pemilik kekuasaan selama satu dekade itu sedang menyiapkan exit strategy dari lubang gelap pertanggungjawaban hukum.
Masyarakat yang bernalar sehat tidak boleh hanya menjadi penonton atau sekadar pemberi komentar di kanal YouTube dan Twitter.
Mereka harus menjadi bahan bakar yang menyala, bukan sekadar indikator lampu check engine yang berkedip tanpa daya. Pertanyaannya: bagaimana menyalakan api itu?
Strateginya terletak pada konsistensi dan loyalitas publik terhadap aktivis-aktivis yang sudah lama berdiri di garis depan perjuangan.
Jika mereka kembali turun ke jalan, maka massa kritis mesti menyambut, hadir, dan memperkuat barisan—bukan dengan mental “kalau sempat”, tetapi dengan kesadaran penuh bahwa ketidakhadiran adalah bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita republik yang bersih dari kolusi dan dinasti.
“Ketika ketidakadilan menjadi hukum, maka perlawanan menjadi kewajiban,” ujar Thomas Jefferson. Di sinilah momen itu datang lagi.
Perlawanan bukan sekadar melawan tokoh, tetapi melawan praktik: pembusukan lembaga, kooptasi hukum, dan penjajahan terhadap akal sehat.
Jika publik tetap pasif, maka sejarah akan kembali menulis bab yang sama: Gibran akan melenggang masuk istana bukan karena kecakapan, tapi karena keberuntungan genetis.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur