Pernyataan Suhandono juga sekaligus menanggapi narasi yang berkembang di publik mengenai memanasnya hubungan antara kelompok politik yang disebut “Geng Solo” – merujuk pada lingkaran dekat mantan Presiden.
Jokowi dan Gibran – dengan “Geng Pacitan” yang diidentikkan dengan keluarga besar Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Kalau terus dipelihara, narasi seperti ini akan memperlebar jarak antar tokoh. Justru para pemimpin muda seperti Gibran dan AHY harus menjadi teladan bagaimana perbedaan politik bisa tetap dijembatani,” kata Suhandono.
Di akhir pernyataannya, Suhandono mengajak semua pihak, termasuk pendukung Partai Demokrat maupun relawan Jokowi, untuk mengalihkan energi dari polemik gestur politik ke hal-hal yang lebih substantif, seperti kebijakan publik, program pembangunan, dan upaya memperkuat persatuan nasional.
“Kita ini baru mau memulai pemerintahan baru. Mari kita kawal bersama agar program-program besar berjalan, bukannya saling ribut soal siapa salaman, siapa tidak,” tutupnya.
Insiden “tak bersalaman” ini terjadi saat Gibran dan AHY menghadiri acara pelantikan pejabat strategis TNI di Pusat Pendidikan Kopassus, Batujajar, Jawa Barat.
Potongan video yang beredar di media sosial menunjukkan Gibran menyalami sejumlah tokoh namun tidak menyapa AHY, yang berada tidak jauh darinya.
Peristiwa itu memicu spekulasi di kalangan pengamat politik dan netizen, meski belum ada klarifikasi langsung dari Gibran maupun AHY.
👇👇
Seliweran Video ini di Timeline :
Jadi Pilih : AHY atau Gibran? pic.twitter.com/PySTn137pC
Sumber: JakartaSatu
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara