POLHUKAM.ID - Pengacara Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, termehek-mehek menanggapi pernyataan Jokowi yang sempat meminta relawan mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka hingga dua periode, sampai Pemilu 2029.
Dikatakan Ahmad, pernyataan Jokowi itu jelas bertolakbelakang dengan sikap Prabowo sendiri.
“Statemen ini, dibantah oleh Prabowo dengan menyatakan dirinya akan siap mundur jika tidak dapat mewujudkan target capaian pemerintahannya. Artinya, secara implisit Prabowo menolak dua periode bersama Gibran,” ujar Ahmad, Rabu (24/9/2025).
Ia menilai, meski sebagian besar pendukung Prabowo setuju jika Prabowo menjabat dua periode, belum tentu mereka menginginkan pasangan itu tetap dengan Gibran.
Ahmad menyebut, posisi Gibran sebagai Wapres justru menimbulkan dua persoalan besar.
Pertama, masalah syarat formil. Ia menyinggung soal usia Gibran yang belum 40 tahun saat maju, sebagaimana diatur Pasal 169 huruf Q UU No. 7/2017 tentang Pemilu.
Masalah ini, kata dia, diselesaikan lewat putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dibacakan ipar Jokowi, Anwar Usman.
Namun, Ahmad menilai ada masalah lain yang lebih serius: soal pendidikan.
“Untuk masalah tak berpendidikan SMA atau yang sederajat, sampai saat ini tidak ada argumentasi yang cukup untuk melegitimasi itu,” tegasnya.
Kedua, masalah kecakapan materil. Ahmad menganggap publik bisa saja memaklumi jika Gibran punya kapasitas mumpuni meski ada cacat formil.
Hanya saja, menurutnya, realitas justru menunjukkan hal sebaliknya.
“Dalam berbagai kegiatan publik saat menjalankan tugas sebagai Wapres, publik melihat dengan jelas Gibran tak memiliki kapasitas sebagai Wapres. Gibran masih sangat jauh dari sosok yang cocok menjalankan fungsi Wapres,” cetusnya.
Ahmad bahkan menyebut ada rasa malu yang muncul di tengah masyarakat.
"Ya, malu punya Negara sebesar ini, yang memiliki jutaan kaum cendekia dan para teknokrat, juga yang memiliki banyak keunggulan sebagai putra terbaik negeri ini, tapi harus dipimpin oleh Wapres yang kalibernya Gibran Rakabuming Raka,” timpalnya.
Atas dasar itu, Ahmad menyebut wajar jika banyak pihak menuntut Gibran untuk mundur dari jabatannya.
“Langkah ini lebih simple dan praktis ketimbang harus mengaktifkan Pasal 7A UUD 1945 untuk menjalankan mekanisme pemakzulan, atau apalagi terpaksa mengadopsi mekanisme Nepal untuk memaksa Gibran turun,” terangnya.
Ia menambahkan, Gibran pun tak perlu malu bila memilih mundur.
Sebab, sudah banyak pendahulunya yang memiliki kapasitas lebih mumpuni juga legawa mengundurkan diri.
"Bahkan dalam kapasitas sebagai Presiden, seperti Soeharto dan Gus Dur. Tidak berlebihan rasanya jika saat ini banyak publik yang menuntut Gibran Rakabuming Raka mundur. Di antaranya, klien saya, Roy Suryo dan Rismon Sianipar,” kuncinya.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
WOW! Paket Bansos Wakil Presiden RI Muncul di Tengah Aksi Hari Tani
Pujian Eddy Soeparno untuk Pidato Presiden Prabowo: Indonesia Memimpin Perdamaian Dunia
Pidato Prabowo di PBB Tunjukkan Taring Indonesia
NasDem Kembali Usulkan Gibran Ngantor di IKN: Agar Tak Mubazir!