Tapi, masalahnya, Ganjar adalah kader PDIP. Bukan kader NasDem. Karena itu, ia berharap NasDem bisa berkomunikasi lebih dalam lagi dengan PDIP untuk mewujudkan kandidat ini.
"Ganjar itu kader PDIP, iya. Itu pengakuan jujur dari Partai NasDem," kata Ahmad Ali.
Anggota Komisi III DPR itu menambahkan, duet itu tanpa syarat. NasDem tidak mewajibkan Anies maupun Ganjar harus menjadi kader NasDem terlebih dahulu ketika menggulirkan wacana duet itu.
"Kami ketika menyebut nama, tidak mengikutkan persyaratan bahwa Ganjar menjadi kader NasDem," lanjut legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Tengah itu.
Partainya, sebut Ahmad Ali, tidak mematok Anies harus sebagai capres dan Ganjar menjadi cawapres. Semua opsi, sebutnya masih terbuka.
"Itu hanya tawaran. NasDem hanya menawarkan pilihan itu. Adakah partai yang mau? Apakah orang itu mau? Itu wacana yang ditawarkan Pak Surya," ungkapnya.
Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio di satu sisi menilai duet Anies-Ganjar yang diusulkan Paloh cukup menarik. "Sangat mungkin terealisasi, tapi semuanya tergantung dari ibu Mega," kata Hensat, dalam perbincangan, tadi malam.
"Tetapi sampai saat ini kan PDIP mendorong Puan Maharani, ya yang kuat di internal PDIP kan Puan Maharani," lanjutnya.
Soal polarisasi, terang pendiri lembaga survei kedaiKOPI ini, Mega diyakini sudah khatam dan mengerti bagaimana solusi terbaiknya. Menurutnya, tidak ada jaminan politik identitas ataupun polarisasi mencair jika Anies-Ganjar diduetkan di Pilpres mendatang.
"Politik identitas itu tak akan bisa hilang di Indonesia. Karena identitas itu lah kekuatannya. Kebhinnekaan. Yang nggak boleh itu reward and punishment. Kalau anda pilih X, maka anda masuk neraka. Kalau anda pilih X maka anda masuk surga," pungkasnya.
Sumber: rm.id
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara