“Kemarin saya tampil dalam galang dana dan juga ada pengenalan dari Prabowo kami dapat sumbangan dari Prabowo untuk Palestina, Itu tiba-tiba hampir semua pengurus masjid mencoret nama saya hanya karena itu masalahnya, itu kental banget polarisasinya,” tambahnya.
Haikal mengaku menyayangkan hal tersebut karena menurutnya kubu Anies dan Prabowo harusnya bersatu agar tak terlalu jauh perbedaannya. Bagi Haikal, musuh sesungguhnya adalah PDIP, ia bahkan berani menyebut Jokowi telah taubat sehingga umat perlu fokus menenggelamkan PDIP.
“PDIP tepuk tangan di sana, PDIP akan meraup keuntungan apabila terlalu jauh jarak antara Prabowo dan Anies. Dekatkan jarak ini mestinya jadi satu irisan sehingga umat sadar bahwa lawannya ini adalah PDIP,” ungkapnya.
“Memang siapa yang buat bangsa ini carut marut? ya partai berkuasa (PDIP), ya kalau itu Jokowi kita tuduhkan juga tapi baru belakangan ini saja bahwa Jokowi sadar bahwa perangkap petugas partai kental ke dia. Ketika beliau Taubat tiba-tiba dicemooh kan lucu kan,” tambahnya.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengungkapkan Prabowo adalah solusi dari ekstrem politik di Indonesia yang menurutnya membuat bangsa terpecah. Rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo menurut Fahri sebuah momen di mana Indonesia harus melihat ke depan dan mulai merajut persatuan.
“Inilah pilihan yang menurut saya makin lama ditangkap basis di wilayah DKI, Jawa Barat dan Banten bahwa Prabowo adalah jalan tengah yang jalannya sudah dibuka cukup lama oleh sejarah karena Prabowo adalah figur konsisten mengajukan diri, memperjuangkan apa yang dianggap perlu dikoreksi oleh negara, dan dengan sikap itu Prabowo akan mendapatkan dukungan luas dari seluruh masyrakat Indonesia,” tambahnya.
Sumber: wartaekonomi.
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara