Eddy Hiariej Sebut MK Tak Berwenang Diskualifikasi Prabowo-Gibran Sebagai Peserta Pilpres 2024

- Kamis, 04 April 2024 | 14:15 WIB
Eddy Hiariej Sebut MK Tak Berwenang Diskualifikasi Prabowo-Gibran Sebagai Peserta Pilpres 2024



POLHUKAM.ID  - Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej menegaskan keabsahan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK). Seharusnya, pihak yang berkeberatan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

 

Sebab, pihak pemohon dalam hal ini pasangan capres-cawapres 01 dan 03 meminta pencalonan Prabowo-Gibran tidak sah dan minta didiskualifikasi. Serta, kubu 01 dan 03 meminta MK untuk memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) khususnya Pilpres 2024.

 

"Masalah keabsahan tersebut adalah sengketa proses dan bukan merupakan kewenangan MK, seyogianya ketika KPU mengeluarkan keputusan terkait pasangan calon Prabowo Subiatno dan Gibran Rakabuming Raka maka pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berkeberatan terhadap keabsangan tersebut seharusnya mengajukan gugatan ke PTUN," kata pria yang karib disapa Eddy Hiariej saat menyampaikan keahliannya dari pihak Prabowo-Gibran di Gedung MK, Jakarta, Kamis (4/4).

 

 

"Ketika ini tidak dilakukan, berarti pasangan 01 maupun 03 telah melakukan apa yg kita sebut dengan istilah afstand doen van de gemeenschap atau melepaskan haknya," sambungnya.

 

Selain itu, lanjut Eddy, pasangan calon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan 02 Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak pernah mempersoalkan pencalonan Prabowo-Gibran saat masa kampanye dan debat capres-cawapres.

 

"Artinya ada pengakuan secara diam-diam," ungkap Eddy.

 

 

Menurut Eddy, terkait batas usia capres-cawapres yang dipersoalkan, KPU RI hanya menjalankan putusan MK. Sehingga, permasalahan batas usia tidak dipersoalkan kepada KPU, tetapi kepada MK.

 

"Dan yang terakhir, putusan MK dalam perkara a quo yang saat itu juga berlaku mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang, di sini tentunya berlaku asas preferensi umum yang itu kita dapat pada semerter 1 di fakultas hukum di mana pun di dunia ini yaitu lex superior de logat legi inferior, bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi," tegas Eddy.

 

"Bahwa seketika pada saat putusan MK itu berlaku seketika itu juga dan ada peraturan di bawahnya yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka sesungguhnya sifat peraturan yang di bawahnya itu bukannya dapat dimintakan pembatalan tapi dia bersifat batal demi hukum," sambungnya.

Halaman:

Komentar

Terpopuler