POLHUKAM.ID - Politikus PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus, menyinggung fenomena politik dinasti di Indonesia, khususnya terkait dengan masuknya anak dan menantu mantan Presiden Jokowi ke dalam dunia politik.
Deddy menyoroti bagaimana generasi muda dalam lingkaran kekuasaan dengan cepat memperoleh posisi strategis.
Ia merasa sulit menerima pencapaian anak dan menantu Jokowi yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden termuda di dunia, Gubernur termuda di Indonesia, serta Ketua Partai termuda di dunia.
“Hanya satu hilirisasi yang berhasil. Hilirisasi Kekuasaan,” ujar Deddy di Instagram pribadinya (26/2/2025).
Selain itu, ia juga mengkritik kebijakan hilirisasi yang dinilai tidak berjalan sesuai harapan.
Dikatakan Deddy, hilirisasi nikel gagal karena perusahaan nikel mulai mengalami kebangkrutan akibat peralihan industri mobil listrik ke teknologi LFP dan hidrogen, sementara pasokan nikel berlebih.
"Hilirisasi nikel gagal, perusahaan nikel mulai bangkrut karena mobil listrik mulai beralih ke LFP dan hidrogen sementara pasokan nikel over supply," tandasnya.
Tak hanya itu, Deddy juga menyoroti kebijakan hilirisasi minyak kelapa sawit (CPO) yang menurutnya tidak memiliki arah yang jelas dan justru menjadi ajang bagi oligarki.
"Hilirisasi CPO gak jelas arahnya dan jadi bancakan oligarki. Hilirisasi rumput laut gak jelas juntrungannya, gelap gulita," Deddy menuturkan.
Ia juga menyebut hilirisasi rumput laut yang tidak memiliki kejelasan arah dan masih gelap gulita.
Pernyataan Deddy menambah daftar panjang kritik terhadap praktik politik dinasti yang dianggap mengikis prinsip demokrasi dan meritokrasi di Indonesia.
Fenomena politik dinasti di Indonesia semakin nyata dengan mulusnya jalan anak-anak dan menantu mantan Presiden Jokowi menuju panggung kekuasaan.
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara