Dan dalam kasus seperti ini, beban pembuktian berbalik—Bahlil-lah yang harus membuktikan bahwa itu bukan gratifikasi.
Pertanyaannya:
- Apakah KPK sudah menelusuri kasus ini?
- Apakah BKPM, BPK, atau Kementerian Keuangan memiliki SOP pelaporan penggunaan fasilitas non-dinas seperti jet pribadi?
- Apakah Presiden Jokowi sudah mengetahui potensi pelanggaran etik ini?
Logika Publik Sederhana: Kalau Tak Salah, Kenapa Tak Terbuka?
Rakyat tidak peduli apakah jet itu mahal. Rakyat juga tidak iri jika pejabat hidup nyaman.
Tapi ketika fasilitas mewah digunakan oleh pejabat publik tanpa transparansi soal pembiayaan, maka kecurigaan adalah hal yang sehat dalam demokrasi.
Dan kecurigaan ini bukan tanpa dasar. Rakyat sudah kenyang dengan cerita gratifikasi terselubung, politik balas budi, dan kongkalikong elite-bisnis.
Jet Pribadi Bisa Mengangkat Nyaman, Tapi Menjatuhkan Kepercayaan
Integritas pejabat negara tidak bisa diserahkan pada organisasi, buzzer, atau klarifikasi pihak ketiga.
Kalau benar tidak ada yang salah, cukup satu langkah: bicaralah sendiri, jujur, dan terbuka.
Jika jet pribadi itu benar dibayar dengan uang pribadi, tak perlu banyak pembelaan. Tapi jika banyak orang lain yang justru pasang badan, publik hanya akan bertanya:
Apa yang sedang disembunyikan? Dan oleh siapa?
Jet itu mungkin alat transportasi. Tapi dalam politik, ia bisa menjadi simbol runtuhnya kepercayaan publik.
Sumber: PorosJakarta
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara