“Namun di sinilah kecerdasan Prabowo bermain. Sebagai Panglima tertinggi TNI, Prabowo mengambil alih kendali dan langsung membatalkan pencopotan tersebut,” ujar Amir.
“Ini bukan hanya soal menjaga profesionalisme militer, tapi juga memberi pesan bahwa kendali sipil atas militer kini benar-benar berada di tangan Prabowo, bukan lagi dalam bayang-bayang Jokowi.”
Amir melanjutkan, berbeda dengan elite politik lainnya, Prabowo memilih tidak melawan Jokowi secara terbuka.
Ia justru membiarkan opini publik berkembang secara organik.
Kritik terhadap Jokowi, terutama menyangkut nepotisme, dinasti politik, dan penunjukan jabatan strategis oleh orang-orang Solo, kini datang dari masyarakat sipil, tokoh bangsa, bahkan internal partai.
“Prabowo sadar, kalau dia yang menyerang, publik akan menganggap ini dendam masa lalu. Maka ia membiarkan rakyat yang menilai sendiri,” tutur Amir.
Di balik ketenangannya, Amir melihat Prabowo sedang melakukan konsolidasi besar-besaran, baik di internal pemerintahan maupun partai politik.
Gerindra kini semakin solid, dan Prabowo mulai membangun aliansi baru, termasuk dengan kelompok nasionalis moderat, militer senior, serta elite birokrasi profesional.
Langkah Prabowo juga dinilai sebagai persiapan menuju 2029.
“Dia sadar, Gibran akan menjadi rival berat jika didukung penuh oleh sisa kekuatan Jokowi. Tapi Prabowo tidak ingin buru-buru. Dia bangun kekuatan dulu, ia tahu bahwa waktu dan momentum akan menjadi kunci,” tambah Amir.
Strategi diam, manuver senyap, namun penuh perhitungan yang dilakukan Prabowo menjadi babak baru dalam politik Indonesia.
Dalam bayang-bayang masa transisi kekuasaan, ia menunjukkan bahwa panggung kini bukan hanya milik Jokowi dan Geng Solo — Prabowo, sang Panglima, telah mengambil alih kendali dengan cara yang tak terduga.
Sumber: SuaraNasional
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara