“Bukan tidak menolak kekuasaan segala macam itu, tawaran persoalan menolak atau menerima tapi kalau ternyata kita menerima apakah yang menawarkan itu betul dengan hati nurani,“ lanjutnya.
Menurut Antoni, reformasi yang kini telah berusia 27 tahun tidak menawarkan jabatan kepada para aktivis.
Tetapi, Ubedilah Badrun dengan gerakannya membuat buku mengingatkan bahwa banyak langkah untuk melakukan gerakan-gerakan perlawanan.
"Artinya dalam buku ini memang saya lihat Ubedilah tetap atau konsisten dan tetap ingin mengajak kita untuk terus membaca dan memahami sejarah itu,“ ujarnya.
Untuk itu kita tidak boleh pernah berhenti dan berjuangan, terkadang kekuasaan itu diuji ketika kita sedang diberikan kekuasaan,“ ucap Antoni.
Sedangkan, Ubedilah Badrun dalam peluncuran buku keenam yang ditulisnya mengingatkan para aktivis sekaligus pejuang untuk selalu kritis dan memiliki kewarasan intelektual.
Menurut Ubed, buku 'Jejak Gelap Kekuasaan' ini adalah catatan kritisnya yang direkam melalui tulisan opini ilmiah populernya sepanjang rezim Jokowi berkuasa.
Dia pun berpendapat, Jokowi telah mewariskan gelapnya Indonesia.
"Isi buku ini menggunakan perspektif ilmu sosial kritis mengurai gelapnya kekuasaan sepanjang episode Joko Widodo. Simulacra Politik, Kleptokrasi, Oligarki, New Despotism, autocratic legalism, New otoritarianisme dan lain-lain adalah fakta empirik yang menguatkan kesimpulan tentang warisan gelap rezim Jokowi," ujarnya.
Hadir sebagai pembicara dalam peluncuran buku tersebut Ray Rangkuti (Direktur Lingkar Madani), Antonius Danar (Strategi Institute), Zahra Pramuningtyas (Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika UNJ), M. Fawwaz Farabi (Ketua BEM FH UI) dan moderator Alif Iman (Mahasiswa STF Driyarkara/Aktivis 98.
Sumber: Konteks
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara