Tercatat dari laporan Global Tobacco Harm Reduction 2021, jumlah vapers global yang semula 68 juta pada 2020 meningkat jadi 82 juta pengguna di 2021. Dengan potensi yang besar, informasi yang akurat bagi regulasi tembakau alternatif sangat dibutuhkan untuk mendukung industri yang tengah berkembang.
Belakangan muncul perdebatan mengenai efisiensi rasa likuid (flavour) dalam menurunkan angka prevalensi merokok. Pakar toksikologi dari Universitas Graz Profesor Bernd Mayer menyampaikan bahwa berbagai regulasi yang melarang varian rasa vape untuk dijual di publik berawal dari ketidaktahuan publik mengenai kandungan dari varian rasa vape itu sendiri.
Bernd mengklarifikasi bahwa varian rasa tidak menargetkan anak-anak, melainkan menjadi pilihan pengguna vape dewasa seperti ia sendiri.
“Saya telah melakukan analisis di laboratorium yang bersertifikasi. Hasilnya menyatakan bahwa rasa tembakau adalah yang paling kompleks karena mengandung sebanyak 60–70 senyawa individu. Sementara senyawa yang terkandung pada rasa vape lain pada umumnya hanya sebanyak 10 senyawa individu,” kata Bernd.
Di sisi lain, pakar kesehatan mancanegara Dr. Alex Wodak mengatakan bahwa produk alternatif yang terdiri dari vape, tembakau yang dipanaskan (HTP), snus, dan kantong nikotin sebagai sebuah inovasi disruptif yang dapat mengurangi dampak buruk kesehatan.
Melansir dari artikel inovasitembakau.com, ketua dari Australian Tobacco Harm Reduction Alliance (ATHRA) ini menyampaikan bahwa selain resah dengan misinformasi yang beredar, mempublikasi jurnal kesehatan terkait produk tembakau alternatif menjadi tantangan besar di Australia.
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid