Waktu itu saya membaca di media dan mendengar sendiri dari gubernur Anies bahwa sebenarnya Presiden juga sudah menyetujui untuk tidak banding, “Masa kita mau melawan warga kita sendiri”.
Tapi pada kenyataannya, ternyata pemerintah pusat, melalui kementerian PU-PR tetap melakukan banding sampai di MA, bahkan sampai detik ini, belum ada putusan, terkatung-katung.
“LEGACY”
Tapi rupanya gubernur Anies tidak tergantung pada hasil putusan pengadilan. Gubernur Anies memang benar-benar ingin membantu warga korban gusuran, bukan hanya di Bukit Duri, tapi Kampung Akuarium, Kunir, dlsb.
Gubenur ingin bekerja sama dengan warga korban gusuran, untuk membangun “Pilot Project” (proyek percontohan) pemukiman warga miskin urban di beberapa lokasi di DKI Jakarta, dengan konsep “Kampung Susun”, mungkin sebagai solusi alternatif proyek DP Nol Persen yang kesulitan.
Begitulah selanjutnya, kami komunitas warga pinggiran ini ternyata diajak secara pro-aktif bekerja sama oleh Pemprov DKI, dengan konsep CAP, “Community Action Plan”, yang berprinsipkan partisipasi dan kolaborasi, yang pada dasarnya adalah proses penyadaran dan pemberdayaan, baik untuk komunitas warga sederhana, maupun untuk jajaran Pemprov DKI, karena bagaimanapun ini hal dan pengalaman baru bagi kita semua. Kalau pendekatannya hanya legalitas hukum saja, tak ada terobosan “kemanusiaan yang adil dan beradab”, tak ada “political will” yang kuat dari gubernur dan jajarannya, tak bakal “Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung bagi warga eks gusuran Bukit Duri” itu bakal terwujud.
Dan insyaallah, pembangunan Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung itu sebulan dua bulan lagi bakal rampung.
Saya tahu, pembangunan hunian warga sederhana Kampung Susun hanyalah salah satu masterpiece kerja Pemprov DKI 2017-2022.
Saya tahu masih ada karya besar yang besar-besar yang sudah selesai/akan selesai:
– Jakarta International Stadium (JIS),
– Formula E/Sirkuit Formula E-Prix Ancol Jakarta,
– Tebet Eco Park,
– Flyover Tapal Kuda Lenteng Agung,
– Jalur Sepeda Sudirman Bunderan HI,
– Revitalisasi Taman Ismail Marzuki..
Memang harus diakui, dalam praktek, seorang pemimpin demokratis, yang menggerakkan warganya dengan prinsip partisipatif dan kolaboratif secara konsisten dan konsekuen, itu jauh lebih sulit, terkesan lambat, rumit menghadapi barrier dan bagaimana mengatur birokrasi, mencari dan mengatur sistem pendanaannya, pendayagunaan anggaran itu dengan manajemen sebaik, seselektif serta seefektif mungkin sehingga tidak bocor dan betapa njelimetnya menyusun aturan-aturan hukum untuk mendukung dan mengawal proyek-proyek pembangunan itu sampai ke masa depan.
Begitulah mas Anies Baswedan sebagai pemimpin adalah pribadi yang reflektif, berani melakukan diskresi, berani mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang komprehensif dan matang.
Maka benarlah prinsip yang jadi judul buku ini “Gagasan, Narasi dan Karya”.
Setiap karya di belakangnya ada narasi. Sebelum narasi harus ada gagasan. Tidak ada karya tanpa gagasan. Tidak ada kebijakan tanpa gagasan..
Dan prinsip ini kami saksikan, kami alami sendiri dalam praksis kerjasama komunitas warga miskin urban, dengan Pemprov DKI dan para “stake holder” (para pemangku kepentingan) lainnya.
Saya ingat, 10 tahun lalu, saya mengunjungi Taman bunga Keukenhof di Belanda yang dikenal di seluruh dunia sebagai salah satu taman bunga terbesar dan terindah di planet ini, yang dibangun pada tahun 1949 oleh calon wali kota Lisse. Lisse merupakan kota kecil di dekat Amsterdam.
Pada awalnya, calon walikota Lisse itu mengusulkan diselenggarakannya sebuah pameran bunga agar penanam bunga dari penjuru Belanda dan Eropa, dengan harapan pameran akbar ini akan membantu Belanda, untuk mengembangkan diri sebagai eksportir bunga terbesar di dunia.
Maka melalui riset profesional mendalam, dirancangbangunlah taman bunga Keukenhof, di sekitar Kastil Teylingen, Lisse.
Karena prestasi dan legacy ini, ia terpilih sebagai walikota Lisse. Dan kita tahu, dalam waktu 50 tahun Keukenhof telah menjadi sebuah taman bunga terbesar dan terindah di dunia.!
Dan sejak 2017 sampai sekarang 2022, saya pun menyaksikan seorang gubernur, dengan tekun dan konsisten, sedang bekerja dalam team-work Pemprov DKI bekerjasama dengan DPRD, komunitas-komunitas warga, sebagian besar warga DKI Jakarta, mengarungi segala tantangan dan kesulitan, akhirnya pelan tapi pasti, ternyata melahirkan berbagai “legacy” (warisan) yang berkualitas..
Ya sah-sah saja kalau seorang calon walikota, calon gubernur, atau calon gubernur mencalonkan diri/dicalonkan untuk menjadi walikota, gubernur atau Presiden, bermodalkan prestasi/legacy nyata seperti itu.
Jadi bukan karena hasil survei-surveian saja, kongkalikong politik demi kekuasaan semata, guyuran “money politic” dari para oligarki, dlsb.
Sumber: suaranasional.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid