Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro juga menilai seharusnya pemerintah dan Shell melanjutkan negosiasi dengan baik demi menjaga iklim investasi hulu migas.
Komaidi menjelaskan, Shell pasti mengalami potential loss jika menunda divestasi sahamnya di Blok Masela, terlebih jika modal yang mereka gunakan untuk berinvestasi merupakan modal pinjaman.
"Berarti argo kupon rate atau suku bunga kalau mereka pinjam dari bank juga sudah jalan jadi makin lama mereka bayar bunganya makin tinggi, harusnya mereka berkepentingan ini segera diselesaikan," lanjutnya.
Dengan begitu, dia berharap pemerintah bisa memfasilitasi negosiasi antara Pertamina dan Shell sehingga menemukan keputusan yang saling menguntungkan atau win-win solution.
"Tentu mereka (Shell) ingin di harga wajar, kalau dulu beli di harga 100 misal sekarang ditawar 90 ya ada alasan kuat buat mereka tidak melepas (saham), mestinya kan mereka minimal BEP (break even point)," lanjut Komaidi.
Hal tersebut, menurut dia, tentu jauh lebih mudah dan cepat daripada harus membawa kasus di hukum internasional, tidak hanya membutuhkan biaya yang sangat besar tapi juga sangat berisiko.
"Jadi yang menang pun sudah tidak enak, apalagi yang kalah. Kalau bisa menemukan win-win solution, menang dua-duanya saya kira akan lebih baik," pungkas Komaidi.
Sumber: kumparan.com
Artikel Terkait
Anwar Usman Bisa Saja Menyesal Karir Hancur Gegara Gibran
VIRAL Beredar Foto MABA Fakultas Kehutanan UGM 1980, Tak Ada Potret Jokowi?
Gibran dan Dua Rekannya Ditangkap Polisi terkait Dugaan Penggelapan Duit Rp 15 Miliar
Kejagung Sita Rupiah-Mata Uang Asing Riza Chalid