Media Rusia: George Soros dan NED Dalang di Balik Demo Rusuh RI

- Senin, 01 September 2025 | 19:00 WIB
Media Rusia: George Soros dan NED Dalang di Balik Demo Rusuh RI


POLHUKAM.ID -
Media Rusia Sputnik menyoroti adanya dugaan keterlibatan aktor asing dalam kerusuhan yang melanda Indonesia pada awal September 2025. 

Analis geopolitik Angelo Giuliano menilai bahwa simbol bendera bajak laut "One Piece" yang digunakan para demonstran mengindikasikan adanya pengaruh eksternal.

"Protes memang mencerminkan keluhan ekonomi yang nyata. Namun, simbol bendera bajak laut 'One Piece', yang menggemakan taktik di wilayah lain, menunjukkan pengaruh eksternal," kata Giuliano kepada Sputnik, seperti dikutip Senin, 1 September 2025.

Giuliano menyebut ada dua aktor besar yang patut dicurigai sebagai dalang kerusuhan demo, mereka adalah National Endowment for Democracy (NED) dan Open Society Foundations milik George Soros.

"Pertama, bisa jadi itu adalah National Endowment for Democracy (NED), yang telah mendanai media Indonesia sejak tahun 1990-an," kata dia.

"Kedua, Open Society Foundations milik George Soros, yang aktif sejak tahun 1990-an dengan lebih dari 8 miliar dolar AS di seluruh dunia dan mendukung kelompok-kelompok seperti TIFA, mungkin juga berkontribusi," tambahnya.

Dugaan tersebut juga dikuatkan oleh Jeff J. Brown, penulis The China Trilogy dan pendiri Seek Truth From Facts Foundation. Menurutnya, pola yang terjadi di Indonesia serupa dengan revolusi warna di Serbia.

"Ini persis seperti yang terjadi di Serbia. G7 menginginkan diktator lain yang didukung AS, seperti Suharto di masa lalu," kata Brown.

Namun, Brown menilai Presiden Prabowo tidak sesuai dengan agenda Barat. Terutama kebijakannya mendekat ke Tiongkok dan Rusia dengan bergabung dalam BRICS.

"Prabowo justru sedang meningkatkan hubungan dengan Tiongkok, Rusia, SCO, dan BRICS. Indonesia adalah negara Asia Tenggara pertama yang bergabung dengan BRICS dan secara terbuka bekerja sama dengan Tiongkok dalam Inisiatif Sabuk dan Jalan," tegasnya.

Brown juga menekankan bahwa posisi strategis Indonesia membuat negara ini rawan menjadi target tekanan Barat.

Indonesia adalah ekonomi terbesar kedelapan dunia dalam ukuran PPP, terbesar di ASEAN, dan negara terpadat keempat dengan hampir 300 juta penduduk. 

"Dari sudut pandang imperialisme Barat, semua ini menjadikan Indonesia sasaran empuk untuk revolusi warna yang direkayasa," pungkasnya.

Sumber: rmol

Komentar