Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di surat kabar Yedioth Ahronoth pada Kamis (9/6/2022), Pardo mengatakan, ancaman terbesar Israel justru berasal dari gesekan para pemimpin politik di dalam negeri.
"Ancaman terbesar adalah kita sendiri. Atau lebih tepatnya, sistem penghancuran diri yang telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir, dengan cara yang sangat mirip dengan periode kehancuran Kuil Kedua," ujar Pardo, dilansir Middle East Monitor, Jumat (10/6/2022).
Pardo mengatakan, partai-partai sayap kanan di oposisi, yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu, menolak untuk mengakui hasil pemilihan. Mereka bahkan menolak untuk berbicara dengan Perdana Menteri Naftali Bennett dalam kapasitas resminya.
"Ketika seorang pemimpin puluhan anggota Knesset tidak menerapkan gerakan simbolis ini, ini sangat merusak konsensus politik sebagai landasan keberadaan negara," kata Pardo.
Pardo mengkritik boikot oposisi terhadap semua undang-undang yang diusulkan oleh pemerintah, meskipun oposisi memiliki hak untuk melakukannya. Dia juga mengkritik peran oposisi yang mencoba menggulingkan pemerintah.
Menurut Pardo, sangat tidak masuk akal ketika tindakan oposisi mencegah pengesahan undang-undang yang sejalan dengan posisi mereka.
Termasuk undang-undang yang berkaitan dengan keamanan nasional atau kepentingan publik, mengacu pada rancangan undang-undang yang memberlakukan hukum Israel pada pemukim ilegal di wilayah pendudukan Tepi Barat.
"Pola pikir politik yang bertujuan untuk melumpuhkan seluruh aktivitas pemerintah tidak sesuai dengan aturan konvensi sosial yang menjadi dasar rezim demokrasi mana pun," kata Pardo.
Artikel Terkait
Kode HTML Kosong? Ini Rahasia Menulis Artikel yang Tak Terbaca Mesin Pencari!
Stadion Langit NEOM: Fakta Mencengangkan di Balik Stadion Gantung 350 Meter untuk Piala Dunia 2034
46 Anak Gaza Tewas dalam 12 Jam: Ini Serangan Mematikan Israel Sejak Gencatan Senjata
45 Tewas dalam Serangan Terbaru Israel ke Gaza, Korban Didominasi Perempuan dan Anak-anak