Ia memandang kondisi saat ini mencerminkan krisis ketimpangan naratif, di mana pemerintah mengklaim keberhasilan ekonomi sementara banyak pekerja justru menghadapi ketidakpastian, kehilangan pekerjaan, dan lemahnya daya beli.
Nurhadi mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan dan BPS, untuk mengintegrasikan pelaporan data ekonomi dan ketenagakerjaan sehingga publik mendapatkan gambaran utuh mengenai arah dan dampak kebijakan ekonomi.
Ia juga meminta audit menyeluruh terhadap sektor padat karya yang terdampak gelombang PHK.
Selain itu, Nurhadi menekankan pentingnya percepatan program pelatihan vokasi dan peningkatan keterampilan (upskilling) bagi tenaga kerja, terutama di sektor-sektor yang terdampak transformasi digital dan automasi.
Lebih jauh ia mendorong perlu adanya penguatan pada Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) agar menjadi perlindungan nyata, bukan sekadar simbol kebijakan sosial.
“Jangan sampai pemerintah terlalu asyik dengan angka makro, tapi lupa bahwa yang paling penting adalah kualitas hidup rakyat. Rakyat tidak hidup dari statistik, mereka hidup dari upah, pekerjaan, dan rasa aman,” pungkas Nurhadi.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur