POLHUKAM.ID - PADA 1998, para musikus pop mengabadikan peristiwa-peristiwa di sekitar Reformasi dalam lagu.
Ahmad Dhani, misalnya, menulis lagu “Ode Buat Extrimist” dalam album Ideologi Sikap Otak, kumpulan lagu perdana Ahmad Band.
Dalam lagu itu, pentolan grup Dewa 19 ini menyebut unjuk rasa sebagai “arak-arakan pawai idiot”.
Bimo Setiawan Almachzumi melihat unjuk rasa dengan lebih simpatik.
Drumer Slank yang populer dengan nama Bimbim ini menulis lagu “Prakiraan Cuaca” dalam album Lagi Sedih yang dirilis pada 1997.
Cuaca dalam lagu itu merupakan metafora keadaan Indonesia yang tak menentu pada tahun tersebut akibat krisis ekonomi, pemerintahan yang goyah, dan kemarahan publik yang meluas.
Isinya deskripsi tentang demonstrasi yang memanaskan Jakarta.
Di sana hujan, di sini panas, di situ mendung, di sini kering. Mau dibawa ke mana, negara kita tercinta?
Di akhir lagu, vokalis Akhadi Wira Satriaji alias Kaka bergumam dengan nada sebal, “Ini pasti ditunggangi!”
Kalimat tanpa subyek ini menjadi sarkasme yang pas terhadap para pejabat Orde Baru yang acap menuding demonstrasi ditunggangi entah siapa.
Rupanya, Indonesia membeku selama 28 tahun. Para elite Orde Baru yang kini masih memegang peran penting dalam pemerintahan mengucapkan kalimat yang mirip untuk demonstrasi hari-hari ini.
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara, A.M. Hendropriyono, menuduh demonstrasi ditunggangi pemain asing.
Presiden Prabowo Subianto berulang-ulang menyatakan ada antek asing yang tak menginginkan Indonesia maju.
Ia bahkan menegaskan demonstrasi besar di Jakarta dan banyak daerah lain sepekan terakhir Agustus 2025 bermotif makar dan bermuatan terorisme.
Baik Hendropriyono maupun Prabowo, tentara yang menduduki jabatan penting di era Orde Baru, tak memberikan penjelasan siapa antek asing dan orang yang hendak melakukan makar itu.
Dengan pemahaman seperti itu, dalam dua kali pidato menanggapi unjuk rasa, Prabowo tak sekali pun menyinggung tuntutan para demonstran.
Ia hanya meminta masyarakat Indonesia percaya kepada pemerintahannya yang sedang mengumpulkan tenaga menyongsong kejayaan.
Kalaupun beririsan dengan demonstrasi adalah pernyataannya membatalkan kenaikan anggaran tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Demonstrasi menuntut pembubaran DPR itu memang dipicu kenaikan tunjangan anggota Dewan.
Dalam hitungan Tempo, yang dikonfirmasi para politikus, mereka menerima penghasilan Rp 8 miliar setahun. Tapi ini hanya pemicu.
Artikel Terkait
Polisi Gerebek Pesta Gay di Surabaya, Ini Kronologi Lengkap yang Berawal dari Laporan Warga
Bocoran Dokumen hingga Pengacara! 4 Kesamaan Mengejutkan Proses Perceraian Andre Taulany dan Baim Wong
Sengkarut Utang Whoosh: Alasan Jokowi Tegaskan KCJB Bukan untuk Cari Untung
Satu Kembali, Sisanya Hilang: Daftar Lengkap Perhiasan yang Dicuri dari Louvre Paris