POLHUKAM.ID - 'Gebrakan Rp200 triliun' ala Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk menggerakkan setor riil yang diharapkan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi, memang bikin heboh.
Menarik banyak kalangan memberikan pandangannya.
Tapi, tak kalah menariknya, bagaimana ceritanya, pemerintah memiliki uang dalam jumlah yang cukup jumbo, diparkir di brankas Bank Indonesia (BI), yang menjadi 'bahan baku' dari gebrakan Menkeu Purbaya itu?
Ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky punya catatan yang menarik.
Ternyata, duit negara yang disimpan di brankas BI, namanya Sisa Anggaran Lebih (SAL) berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran disingkat SiLPA.
Di mana, besaran SiLPA ini baru diketahui di akhir tahun atau ketika tutup buku anggaran. Jika ada kelebihan anggaran masuk menjadi SiLPA.
"Indonesia pernah mengalami sisa kurang perhitungan anggaran (SiKPA) pada 2005 dan 2007," papar Awalil di Jakarta, dikutip Kamis (18/9/2025).
Fenomena kelebihan berutang alias utang ugal-ugalan, melahirkan SiLPA yang cukup besar.
Itu terjadi di era siapa? Tegas saja Awalil menyebut era Jokowi, terjadi penarikan utang yang ugal-ugalan.
"Di periode pertama, Jokowi mewarisi Rp212 triliun. Kemudian ada COVID-19 pada 2020, alasan ngutangnya lebih besar. Wah itu utangnya gia-gilaan. Akibatnya SiLPA pada 2020 itu sekitar Rp245 triliun. Jauh di atas APBN yang enggak sampai Rp2.000 triliun," ungkapnya.
Jika dibandingkan era SBY, lanjut Awalil, angka SiLPA masih relatif terjaga. Tidak terlampau besar.
Sementara pada 2020, realisasi pendapatan sebenarnya mencapai 96,93 persen dari Perpres yang sudah mengubah postur APBN karena kondisi COVID-19.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur