Restrukturisasi Utang KCJB Whoosh: Perlukah Keppres dan Keterlibatan APBN?
Pemerintah China dikabarkan telah menyetujui langkah restrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh. Kabar ini disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, pasca ramainya pemberitaan mengenai hal ini di media nasional.
Namun, proses restrukturisasi ini disebut masih menunggu pembentukan tim khusus melalui penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) dari Presiden RI Prabowo Subianto. Hal ini memantik pertanyaan publik: mengapa urusan bisnis korporasi (business to business/B to B) memerlukan campur tangan langsung presiden melalui Keppres?
Pertanyaan Seputar Keterlibatan Pemerintah
Pernyataan Luhut ini dianggap aneh karena menempatkan penyelesaian bisnis antar perusahaan sebagai tanggung jawab presiden. Seharusnya, sebagai pihak yang terlibat langsung dalam perencanaan awal proyek KCJB di era Presiden Joko Widodo, tanggung jawab atas risiko bisnis harus diselesaikan secara korporasi.
Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan APBN untuk menyelesaikan utang KCJB seharusnya menjadi pegangan. Jika presiden tetap menerbitkan Keppres tanpa urgensi yang jelas, hal ini dapat menjadi preseden buruk bagi iklim investasi, yang semestinya berbasis kerjasama B to B.
Artikel Terkait
Polisi Gerebek Pesta Gay di Surabaya, Ini Kronologi Lengkap yang Berawal dari Laporan Warga
Bocoran Dokumen hingga Pengacara! 4 Kesamaan Mengejutkan Proses Perceraian Andre Taulany dan Baim Wong
Sengkarut Utang Whoosh: Alasan Jokowi Tegaskan KCJB Bukan untuk Cari Untung
Satu Kembali, Sisanya Hilang: Daftar Lengkap Perhiasan yang Dicuri dari Louvre Paris