Negara dengan Reputasi Serba-Gagal

- Selasa, 25 Februari 2025 | 13:46 WIB
Negara dengan Reputasi Serba-Gagal


'Negara dengan Reputasi Serba-Gagal'


Oleh: AS Laksana


Foto mereka bertiga ini—Pak Ndhas dan dua mantan—terlihat menakutkan bagi saya. 


Mereka bersatu dalam momen peluncuran Danantara, badan pengelola investasi yang akan menangani modal sangat besar. 


“Semua patut bangga,” kata Pak Ndhas. 


“Dengan total aset lebih dari 900 miliar dolar AS (Rp 14.000 Triliun), Danantara akan jadi dana kekayaan negara terbesar di dunia.”


Saya tidak paham ilmu ekonomi, Pak Ndhas, dan tidak punya pendapat apa pun tentang Danantara dari perspektif itu; saya hanya takut terhadap Danantara sebagai institusi. Pemerintah kita punya reputasi buruk dalam mendirikan dan mengelola institusi. 


Semakin besar institusi didirikan, semakin besar pula keburukannya. Dan Danantara adalah institusi dengan keuangan sangat besar.


Sejarah berulang, dan begitu pula dengan sejarah pendirian institusi-institusi di negeri ini.


Mari kita mulai dengan BULOG, yang didirikan di masa awal Orde Baru, 1967. 


Dengan narasi untuk menjamin stabilitas pangan, institusi itu berakhir menjadi sarang permainan politik dan korupsi. 


Rencana mulianya tenggelam dalam kepentingan segelintir elite yang mengendalikan harga beras dan bahan pokok lainnya. 


Rakyat tetap sengsara dengan harga yang tidak stabil, sementara segelintir orang menikmati hasil manipulasi pasar.


Lalu, BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh). Institusi ini didirikan pada 1992 dengan alasan untuk melindungi petani dan menjaga stabilitas harga. 


Ia dipimpin oleh Tommy Soeharto dan diberi hak untuk memonopoli pembelian cengkeh dari petani dan menjualnya ke industri. 


Keberhasilan BPPC adalah menyengsarakan petani cengkeh, yang harus menjual dengan harga murah ke institusi milik anak presiden itu. 


Halaman:

Komentar

Terpopuler