POLHUKAM.ID - Indonesia pernah berada di ambang kebangkrutan yang disebabkan oleh kegagalan pemimpin Tanah Air mengurus negara.
Kisah ini bukan fiksi, tapi benar terjadi di akhir-akhir masa kepemimpinan Presiden Soekarno sekitar tahun 1965-1966.
Hitung mundur 59 tahun lalu, Indonesia di era Demokrasi Terpimpin larut dalam retorika politik Presiden Soekarno.
Masa-masa itu Soekarno mencanangkan banyak proyek-proyek mercusuar yang membuat Indonesia dipandang hebat negara lain.
Sebut saja seperti Gelora Bung Karno, Monumen Nasional (Monas), hingga Hotel Indonesia.
Semua itu membutuhkan banyak uang. Pemerintah akhirnya mengambil langkah cepat, yakni mencetak banyak uang untuk mendanai semua proyek mercusuar dan membayar utang yang mencapai US$2,36 miliar.
Akibatnya, hiperinflasi mencapai 650% yang berakibat pada kenaikan harga bahan-bahan pokok.
Sejarawan Jan Luiten Van Zanden & Daan Marks dalam Ekonomi Indonesia 1800-2010 Antara Drama dan Keajaiban Pertumbuhan (2013) menyebut, hiperinflasi dibarengi juga oleh utang besar menggunung yang dibarengi pelemahan ekspor dan penurunan pendapatan per kapita.
Belum lagi, sektor politik yang memanas membuat ekonomi bertambah buruk.
Saat itu, Soekarno sedang melancarkan perang kepada Malaysia yang tentu berdampak pada besarnya pengeluaran anggaran.
Semua permasalahan itu membuat majalah asal Amerika Serikat The New Yorker edisi 23 November 1968 menulis Indonesia terancam bangkrut akibat retorika politik Presiden Soekarno.
"Akibat Soekarno salah mengurus negara ini masih dalam kondisi bangkrut & selama beberapa tahun ke depan akan diramal akan bergantung pada bantuan asing," tulis The New Yorker.
Berbagai masalah tersebut memang tak diurai oleh Presiden Soekarno, melainkan ditangani oleh Soeharto.
Tepat hari ini 59 tahun lalu, Soeharto menerima instruksi dari Presiden Soekarno untuk mengatasi masalah keamanan lewat secarik kertas bernama Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Lewat Supersemar, Soeharto perlahan bergerak mengambilalih kekuasaan, yang menurut berbagai sejarawan disebut kudeta merangkak atas kekuasaan Soekarno.
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur