Lebih lanjut, menurut Erick, teror yang sedang menimpa Tempo bukanlah teror yang terjadi karena iseng, namun terstruktur dan sangat sistematis.
Bahkan, pelaku tidak menghentikan terornya, karena merasa memiliki kekuatan, hingga semakin leluasa dan belum tersentuh hukum.
"Persoalannya, artinya pelaku merasa punya impunitas, mereka tidak diproses secara hukum, jadi dengan leluasa mereka melakukan teror," ujarnya.
Di sisi lain, penasihat ahli Kapolri, Aryanto Sutadi, meminta para saksi untuk terus melakukan informasi secara terus-menerus terkait teror tersebut kepada polisi.
Aryanto juga meminta saksi terbuka kepada penyidik kepolisian dan akan mengusut jejak pelaku melalui rekaman CCTV.
"Ini harus dibuktikan siapa yang nyuruh. Kalau yang menyampaikan pasti disuruh doang. Makanya Polri dalam penyidikan harus tuntas, harus sampai siapa yang nyuruh, idenya apa, tujuannya apa," kata Aryanto.
Mendalami kasus ini, Bareskrim Polri dilaporkan telah menggelar olah tempat kejadian perkara di Kantor Tempo tepatnya pada Minggu, 23 Maret 2025.
Sebelumnya, Tempo melaporkan teror kepala babi ke Bareskrim Polri pada Jumat 21 Maret 2025.
Tempo menilai kejadian ini adalah teror terhadap kebebasan pers Indonesia.
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur