Diamnya Prabowo menimbulkan spekulasi: apakah ia sedang menunggu arah angin politik, berkompromi dengan Jokowi, atau tengah menyusun strategi agar tidak pecah koalisi terlalu dini?
Simulasi skenario menunjukkan bahwa opsi seperti rekonsiliasi elite, penggunaan jalur Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti), atau rotasi halus lebih aman dibanding tindakan ekstrem seperti pemecatan Panglima. Namun yang jelas: Prabowo tidak bisa terus diam.
Ia harus membuktikan dirinya bukan hanya penerus kekuasaan lama, tapi pemimpin yang menjaga konstitusi, netralitas militer, dan stabilitas negara.
Apa Dampaknya Bagi Masyarakat?
Untuk masyarakat awam, isu ini belum terasa sebagai keresahan langsung.
Tapi bila terus dibingkai dengan narasi ekonomi, ketidakadilan sosial, atau simbol politik dinasti, maka keresahan bisa berubah menjadi polarisasi nyata di akar rumput.
Menurut Hendri Satrio, ini adalah kali pertama purnawirawan TNI terbelah secara terang dalam menyikapi posisi seorang wapres. Dan ini bisa berdampak besar bila tak direspons dengan bijak.
Kesimpulan
Pemakzulan Gibran bukan soal personal, tapi ujian etika demokrasi.
Yang sedang diuji bukan hanya seorang wapres, tapi arah reformasi militer, legitimasi hukum, dan kepemimpinan Prabowo.
Jika salah langkah, bisa menjadi krisis awal pemerintahannya.
Tapi jika dikelola dengan jernih, ini bisa jadi titik balik rekonsiliasi nasional. ***
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur