Surat terbuka dari para jenderal senior—purnawirawan dari tiga matra TNI—yang mendesak pemakzulan Gibran Rakabuming Raka bukanlah sekadar kritik moral. Ini adalah pernyataan sikap yang penuh risiko.
Ini bukan peringatan biasa. Ini pertanda bahwa pagar negara mulai goyah oleh ulah sang penghuni rumah itu sendiri.
Dalam doktrin militer, ketika seorang prajurit diberangkatkan ke medan tempur, ia membawa prinsip yang tidak main-main: point of no return. Artinya, tidak ada jalan mundur.
Ketika pistol sudah dikokang, ketika sepatu sudah melewati garis perbatasan operasi, maka satu-satunya arah adalah maju — dan menang.
Surat terbuka dari para jenderal itu adalah sinyal bahwa mereka telah turun gunung, bukan untuk kembali ke barak, tapi untuk menyelesaikan sebuah misi.
Misi konstitusional, demi menyelamatkan republik dari nepotisme dan pembajakan hukum yang terang-terangan.
Jika para jenderal ini bergerak, maka bukan tidak mungkin mereka sudah menimbang segala risikonya. Mereka bukan politisi.
Mereka tidak mencari popularitas. Mereka adalah penjaga negeri. Jika mereka bicara, itu karena bahaya sudah terlalu dekat dengan jantung republik.
Maka, sebaiknya Gibran mundur. Demi meredam krisis konstitusi yang bisa meluas. Demi menjaga martabat ayahnya yang sudah terlalu dalam menjerumuskan negara ke dalam jebakan dinasti.
Dan demi menghormati suara moral dari mereka yang dulu mengorbankan hidupnya untuk merah putih — para jenderal itu.
Mengundurkan diri bukan bentuk kelemahan. Itu justru jalan kehormatan terakhir.
Karena ketika tentara sudah turun gunung, permainan kekuasaan bukan lagi soal menang atau kalah. Ia telah berubah menjadi soal menjaga atau menghancurkan republik ini.
Indonesia telah melewati banyak badai. Tapi selalu ada satu kekuatan yang memastikan kapal ini tetap berlayar lurus: militer yang setia pada rakyat, bukan pada kekuasaan.
Jika para jenderal kini memilih untuk bersuara, maka demokrasi kita sedang berada di titik kritis.
Dan jika Gibran masih ingin menyelamatkan sejarah keluarganya — maka sebelum badai benar-benar menerjang, sebelum kekuasaan kehilangan kendali, mundurlah. Karena ketika tentara sudah turun gunung, jalan pulang tidak lagi tersedia. ***
aaa
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur