Di Balik Ijazah dan Pasar Pramuka: Kesaksian Eks BIN Tentang Kebenaran Yang Dikubur!

- Senin, 11 Agustus 2025 | 16:35 WIB
Di Balik Ijazah dan Pasar Pramuka: Kesaksian Eks BIN Tentang Kebenaran Yang Dikubur!


Ia bahkan dibungkam saat pelatihan di Amerika karena menolak mengikuti narasi anti-Islam.


Dengan jejak ini, ketika ia kembali bicara, sulit untuk mengabaikannya begitu saja.


Ia menyampaikan pandangannya bukan dengan teriakan, tapi dengan data.


Bukan dengan kebencian, tapi dengan keyakinan bahwa publik berhak tahu, dan negara wajib jujur.


Sri Rajasa mungkin hanya seorang purnawirawan di atas kertas.


Tapi bagi mereka yang mengerti dunia intelijen, ia adalah peta lama yang masih bisa dibaca di saat banyak kompas moral hari ini telah kehilangan arah.


Ia bukan pahlawan. Tapi dalam situasi di mana terlalu banyak orang sibuk berpura-pura tuli, keberaniannya menjadi suara yang menggugah.


Profil Singkat: Kolonel Infanteri (Purn.) Sri Rajasa Chandra


- Latar Karier: Mantan pejabat Badan Intelijen Negara (BIN); aktif dalam operasi sensitif, termasuk di Aceh.


- Keahlian: Operasi infiltrasi “garis dalam”, analisis dokumen palsu, investigasi jaringan ilegal.


- Pengalaman Lapangan: Verifikasi ijazah, paspor, hingga proyek fiktif; ahli dalam pelacakan sumber pembuatan dokumen.


- Integritas: Pernah ditahan, mundur dari jabatan, dan dibungkam karena mempertahankan prinsip.


- Reputasi: Sering diundang media sebagai narasumber intelijen; dikenal sebagai eks-BIN yang masih disegani.


Mengapa Suaranya Perlu Didengar?


1. Ia tahu cara kerja sistem: Beroperasi langsung di medan konflik dan zona abu-abu kekuasaan.


2. Ia paham teknis dan jaringan: Termasuk pengungkapan praktik pemalsuan dokumen di Pasar Pramuka.


3. Ia punya keberanian moral: Tidak hanya bicara saat nyaman, tapi tetap bersuara meski berisiko.


4. Ia punya rekam jejak: Diakui lembaga, dicatat media, dihormati jaringan.


Di tengah kabut informasi dan pembentukan opini yang semakin dikendalikan narasi elite, kita membutuhkan orang-orang seperti Sri Rajasa Chandra.


Bukan untuk percaya membabi buta, tapi untuk mengingatkan bahwa negara tidak boleh dibiarkan berjalan dalam gelap dan rakyat berhak bertanya, bahkan saat jawabannya tidak nyaman.


Kadang, suara yang paling berharga datang dari tempat yang paling senyap. ***

Halaman:

Komentar

Terpopuler