"Ada yang menggugat masa jabatan Ketua Umum Partai Politik ke MK. Penggugat ingin agar masa jabatan Ketua Umum Partai Politik dibatasi 2 periode sama seperti kepala daerah dan Presiden. Tentu hal ini tidak perlu ditanggapi secara serius dan berlebihan oleh Partai Politik, karena ini bukan gugatan serius, tapi gimmick menjelang Pemilu," ujar Waketum Partai Garuda, Teddy Gusnaidi, Selasa (27/6/2023).
Juru Bicara Partai Garuda ini menyebut gugatan itu sebatas lucu-lucuan karen penggugat harus mampu membuktikan bahwa Ketua Umum Partai Politik itu memiliki kewenangan yang sama dengan Presiden maupun Kepala Daerah.
"Dan penggugat harus membuktikan bahwa kebijakan Ketua Umum Partai Politik wajib dipatuhi oleh seluruh warga negara, bukan hanya anggota maupun pengurus Partai Politik. Tentu saja tidak akan bisa membuktikan," kata Teddy.
Menurut Teddy, setelah sekian lama berbagai permohonan ke MK serius semuanya, tentu sesekali perlu juga ada yang lucu-lucu biar berwarna. Partai-partai, lanjutnya, tidak perlu merespon secara berlebihan gimmick ini, respon secara lucu-lucuan saja.
"Tapi tentu MK wajib menanggapi serius permohonan ini, karena siapapun sah-sah saja melakukan gugatan, walaupun hasilnya sudah sama-sama kita ketahui bakal ditolak. Secara legal standing tidak ada, isi gugatannya pun jauh dari serius. Ya kita nikmati saja gimmick lucu-lucuan ini," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya warga Nias bernama Eliadi Hulu, dan warga Yogyakarta bernama Saiful Salim. Mereka menggugat UU Parpol ke Makamah Konstitusi (MK).
Keduanya meminta masa jabatan ketua umum (ketum) partai politik (parpol) hanya 2 periode. Pasal yang digugat adalah Pasal 23 ayat 1 yang berbunyi:
Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
Sumber: suara
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara