Mantan Wapres Jusuf Kalla Blak-blakan Bicara Pilpres 2024, Akui Pilih Anies Baswedan karena Cerdas

- Senin, 15 Mei 2023 | 07:00 WIB
Mantan Wapres Jusuf Kalla Blak-blakan Bicara Pilpres 2024, Akui Pilih Anies Baswedan karena Cerdas

TRIBUNKALTARA.COM � Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menjadi calon presiden atau Capres 2024 pilihan Wakil Presiden Republik Indonesia 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla.

JK � sapaan akrab Jusuf Kalla menyatakan pilihan terhadap Anies Baswedan bukan lantaran faktor kedekatan, tetapi juga alasan kriteria, diantaranya karena kecerdasan.

"Saya juga selalu bilang saya pilih karena kriteria. Kriterianya punya elektabilitas/integritas yang kuat, kedua itu punya pengalaman.

Ketiga, punya kecerdasan karena untuk negara sebesar ini tidak bisa kalau diurus oleh yang tidak berpengalaman," tuturnya saat wawancara eksklusif di kediamannya Dharmawangsa Jakarta Selatan, Jumat (12/5/2023).

Menurut JK, Anies Baswedan juga memiliki bekal pengalaman pemerintahan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

"Mengapa waktu itu Bu Mega meminta saya mendampingi Pak Jokowi karena saya dianggap berpengalaman di pemerintahan.

Kriteria itu yang paling mendekati ya Anies Baswedan, dia pernah sekali jadi Gubernur dan pernah Menteri, dan itu penting," tuturnya.

Baca juga: Anies Baswedan Akui Lawan di Pilpres 2024 Punya Kekuatan Besar, Kritik Program Mobil Listrik Pribadi

JK juga menyarankan agar Anies Baswedan memiliki calon wakil yang memiliki elektabilitas dan membantu menjalankan roda pemerintahan, tidak hanya jadi ban serep.

Berikut lanjutan wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Jusuf Kalla.

Sebagai politisi senior tentu mengikuti perkembangan politik kita. Gimana komentar Bapak soal dinamika politik kita ini?

Kalau saya amati dari ini kan Pemilu 2024 atau Pemilu yang ke-5, dan inilah yang agak panjang masalahnya.

Dulu pertama 2004 itu kan 5 pasangannya tapi karena threshold ya dan aman-aman saja, nah sekarang akibat threshold 20 persen terjadi dua kali dua paslon yang cocok.

Namun, harus 20 persen kemudian baru nanti menghadapi kampanye baru pemilihan nah itu agak panjang dan juga bagi calon itu agak membingungkan juga masalahnya.

Ya mencari pasangan yang cocok sajalah, masih 2 bulan ini, yang kita harapkan ini Pemilu 2024 yang sesuai yang dengan negara demokrasi.

Baca juga: Mantan Wapres Jusuf Kalla Blak-blakan soal Pemilu 2024: Enam Bulan Putus Komunikasi dengan Jokowi

Salah satu indikatornya kan pemilihan pemimpin dengan cara pemilu terbuka jurdil luber.

Ini prinsip pokok yang sebenarnya harus ditanam, nah karena ini penggantian pasti pergantian pemimpin atau rezimlah katakanlah, maka harapan kita harus mulus.

Dibutuhkan di lain pihak pemerintah atau negara atau presiden itu merupakan wasit melihat menjaga pemilihan ini sesuai dengan peraturan yang ada.

Nah sekarang banyak indikasi-indikasi baik terbuka dan tertutup.

Pak Presiden banyak diminta perhatiannya agar kembali ke yang baik, selalu saya katakan jangan terlalu jauh, sampai pengumuman koalisi ada suka atau tidak suka, kalau presiden musti berada di tengah karena tidak akan ikut lagi.�

Memang beda kalau mau running lagi, itu kan pasti yaa, tapi walaupun running lagi ya diharapkan jangan memanfaatkan aparat.

Karena itu yang membelah kalau aparat pemerintahan itu mengikuti arahan presiden yang ada, saya dua kali kali mengikuti ya pemilu.

Pas zamannya Bu Mega ya walaupun Bu Mega ikut dia sama sekali tidak mau mempergunakan aparat, karena dia tahu dasarnya, juga SBY pad akhir masa jabatannya.

Pak JK melihat ini Pak Jokowi terlalu jauh ikut campur?

Ya di Indonesia tidak lagi rahasia, ini bagi saya hanya mengingatkan agar mencapai pemilu yang jurdil yang adil dan bebas.

Walaupun sistem pemilu kita yang terumit ya, tapi damai sebenarnya selama lima kali nggak ada konflik antara masyarakat yang ada korbannya penyelenggaranya karena rumitnya ini.

Ada Pilpres, parlemen di samping partainya ada nama-namanya juga dicoblos, pelaksanaannya perhitungannya susah.

Baca juga: Jusuf Kalla Semprot Menkeu Sri Mulyani: Jangan Takut-takuti Masyarakat soal Ancaman Resesi

Pak JK setuju tidak adanya PT 20 persen?

Saya cenderung tidak setuju, tapi turun PT sehingga bisa calon itu tidak kawin paksa istilahnya. Ya 10 persen, dan tidak mahal jadinya,banyak kesempatan untuk maju, kalau ini mahal ongkosnya.

Kalau Pak JK lebih cenderung mana tertutup atau terbuka?

Halaman:

Komentar

Terpopuler