POLHUKAM.ID - OPERASI tangkap tangan yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis, 26 Juni 2025 di Mandailing Natal, Sumatera Utara, menarik perhatian publik.
Sebab, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution ikut terseret setelah penyidik menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Topan Obaja Putra Ginting sebagai tersangka.
Topan Ginting diketahui memiliki kedekatan dengan Bobby Afif Nasution.
Bahkan, karena kedekatan itu, Topan mendapat julukan "ketua kelas" di lingkungan Pemerintah Kota Medan dan Provinsi Sumatera Utara.
Topan adalah bawahan Bobby saat menantu mantan Presiden Joko Widodo itu masih menjadi Wali Kota Medan.
Saat itu, dia ditempatkan menjadi Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Konstruksi. Kemudian, pada masa pemilihan kepala daerah 2024, Bobby menempatkan Topan Ginting sebagai penjabat Sekretaris Daerah Kota Medan.
Setelah Bobby terpilih menjadi Gubernur Sumatera Utara, Topan ikut diboyong untuk menempati posisi Kepala Dinas PUPR.
Bobby Nasution (kanan) bersama Topan Obaja Putra Ginting saat peresmian underpass H.M. Yamin di Medan, Sumatera Utara, 15 Januari 2025. Antara/Fransisco Carolio
Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mengatakan pemeriksaan terhadap Bobby sangat relevan dengan perkara korupsi yang saat ini ditangani lembaga antirasuah.
"Pemeriksaan Bobby penting agar kasus ini makin jelas dan terang benderang," katanya pada Rabu, 2 Juli 2025.
Operasi yang digelar KPK berhubungan dengan dugaan suap pada proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumatera Utara dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara. Penyidik telah menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Dari lima tersangka itu, tiga di antaranya adalah pejabat Provinsi Sumatera Utara.
Mereka diduga menerima suap untuk memenangkan perusahaan tertentu dalam enam proyek pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar. Adapun dua tersangka lain adalah pengusaha yang diduga sebagai pemberi suap.
Tersangka
Penerima Suap
- Topan Obaja Putra Ginting
Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara
Kepala UPTD Gunung Tua yang juga merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen
Pejabat pembuat komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara
Pemberi Suap
- M. Akhirun Efendi Siregar
Direktur Utama PT DNG
- M. Rayhan Dulasmi Pilang
Direktur PT RN
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan mungkin saja penyidik memanggil Bobby Nasution untuk diperiksa.
Apalagi bila memang menantu mantan Presiden Joko Widodo itu terbukti memberikan perintah agar perusahaan tertentu memenangkan lelang.
Namun, hingga saat ini, penyidik belum memiliki agenda memanggil Bobby.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan penyidik masih mempelajari keterangan para tersangka dan bukti-bukti yang didapatkan dari operasi tangkap tangan.
"KPK terbuka kemungkinan untuk memanggil siapa saja yang diduga terlibat," katanya pada Selasa, 1 Juli 2025.
Ketua IM57 Lakso Anindito sependapat dengan Yudi Purnomo.
Terlebih, kasus korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa kerap melibatkan kepala daerah.
Karena itu, pemeriksaan terhadap Gubernur Sumatera Utara menjadi penting.
"KPK harus melakukan penelusuran untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang paling diuntungkan dalam korupsi ini," katanya.
Penelusuran bisa dilakukan dengan mengikuti aliran uang suap.
Upaya ini ada kemungkinan tidak mudah karena penyidik akan berhadapan dengan intervensi dari pihak lain.
"Itu berdasarkan pengalaman dalam sejumlah operasi tangkap tangan di beberapa daerah,” katanya.
Peneliti pada Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan, mengatakan KPK punya kewenangan untuk menggali fakta hukum dari Bobby Nasution.
Sebagai kepala daerah, Bobby pasti mengetahui proyek-proyek yang berada di lingkungan pemerintahannya.
"KPK harus mengusut tuntas dugaan korupsi proyek jalan di Sumut ini, baik untuk menelusuri pihak-pihak yang terlibat maupun menelusuri aliran uang yang digunakan untuk praktik suap," ujarnya.
Status Bobby Nasution sebagai adik ipar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, kata Yuris, memang berpotensi menjadi batu sandungan.
Namun dia berharap penyidik tidak menjadikan hal ini sebagai alasan menghentikan penyidikan.
“KPK sebagai lembaga antirasuah harus lepas dari intervensi politik,” katanya.
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Topan Ginting saat acara peletakan batu pertama pembangunan Jembatan Idano Noyo di Kecamatan Mandrehe, Kabupaten Nias Barat, Sumatera Utara, 13 Juni 2025. Dok. Dinas PUPR Sumatra Utara
Guru besar hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, berpendapat, keterlibatan seseorang dalam kasus korupsi harus dibuktikan secara materiil.
Dalam konteks ini, bukti materiil umumnya dibangun melalui penelusuran aliran dana.
Untuk dugaan suap dalam proyek jalan di Sumatera Utara, kata Hibnu, gubernur sudah pasti mengetahui atau bahkan memberikan perintah.
Namun, selama belum ditemukan bukti aliran dana, sulit untuk menjeratnya dengan pasal korupsi.
Sebab, belum ada ketentuan hukum yang secara khusus mengatur hal tersebut.
"Jadi istilahnya korupsi karena pengaruh, ya. Ini belum ada aturannya. Kalau hanya perintah, kan belum ada bukti fisik," katanya.
Ceritanya akan berbeda bila perintah itu disertai dengan kesepakatan pembagian keuntungan.
"Pemberian hadiah atau janji sebagai bentuk untuk melaksanakan kegiatan, itu sudah cukup untuk menggunakan pasal korupsi. Teknis hukumnya seperti itu," ujarnya.
Gubernur Bobby Nasution menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan kepada KPK. Namun ia mengklaim sama sekali tidak menerima aliran dana.
Adapun untuk proyek jalan yang dikerjakan oleh Dinas PUPR, kata Bobby, memang atas sepengetahuannya.
"Saya meninjau ke lokasi untuk melihat secara langsung kondisi jalan karena selama ini hanya melalui foto,” katanya.
Bobby menegaskan, seluruh jajaran di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang menerima uang suap proyek itu wajib memberikan keterangan. Mereka juga harus diproses secara hukum.
“Kalau ada aliran uang ke seluruh jajaran, bukan hanya ke sesama, melainkan ke bawahan atau ke atasan mengalir uangnya, ya, wajib memberikan keterangan,” katanya.
Sumber: Tempo
Artikel Terkait
SIMAK! Beda Pandangan Dua Pakar Terkait Cantelan Hukum Yang Digunakan Purnawirawan TNI Memakzulkan Gibran
INFO! 3 Tokoh Ini Turun Tangan, Pemakzulan Gibran Rakabuming Raka Dari Wapres RI Bakal Segera Terwujud?
Mudah Saja! Refly Harun Ungkap Enam Pintu Pemakzulan Gibran di Forum Purnawirawan TNI
Tanda-Tanda Alam Insiden Mobil Rombongan Gubsu Terbalik Rusak Parah di Tapsel-Paluta: Sebuah Kebetulan Tragis Mendahului OTT Topan Ginting!