POLHUKAM.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menolak gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), yang sempat menghebohkan publik lantaran mempersoalkan lokasi rapat DPR.
Gugatan ini sempat memicu perhatian lantaran menyinggung kebiasaan anggota DPR menggelar rapat di luar kompleks parlemen, termasuk di hotel-hotel berbintang.
Penggugat meminta agar semua rapat DPR wajib digelar di Gedung DPR, Senayan, kecuali dalam kondisi darurat seperti gedung rusak atau demi menjangkau aspirasi masyarakat di daerah.
Namun, dalam sidang putusan yang digelar Kamis (26/6/2025), MK menyatakan bahwa permohonan tersebut ditolak seluruhnya karena tidak relevan dengan konteks konstitusi.
Putusan ini dibacakan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang pleno MK, Jakarta.
MK menegaskan bahwa pengaturan soal tempat rapat bukanlah persoalan konstitusionalitas norma.
Menurut Mahkamah, inti dari Pasal 229 UU MD3 yang digugat adalah soal keterbukaan rapat, bukan soal lokasi.
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menambahkan bahwa pasal tersebut secara eksplisit mengatur sifat rapat di DPR yang pada dasarnya bersifat terbuka.
Hal itu artinya, baik rapat digelar di gedung DPR maupun di luar gedung, prinsip keterbukaan kepada publik tetap wajib dijaga.
Sementara itu, sifat rapat yang tertutup hanya bisa dilakukan berdasarkan alasan tertentu dan harus diumumkan terlebih dahulu secara terbuka.
Gugatan ini diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, seorang advokat, bersama Zidane Azharian Kemal Pasha, mahasiswa dari Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
Dalam petitumnya, mereka meminta agar redaksi Pasal 229 diubah secara tegas menyatakan bahwa semua rapat DPR wajib diadakan di gedung DPR, kecuali dalam kondisi luar biasa.
Zico mengungkapkan kekesalannya terhadap praktik rapat DPR yang kerap digelar di hotel mewah.
Ia menyebut bahwa fasilitas di kompleks DPR sangat memadai, bahkan tersedia lebih dari 13 ruang rapat lengkap dengan ruang rapat fraksi.
Namun, menurutnya, fasilitas tersebut sering diabaikan dan justru membuat para wakil rakyat lebih memilih lokasi rapat yang dinilai mewah dan boros anggaran.
Zico menilai, penggunaan hotel sebagai tempat rapat bukan hanya melanggar asas efisiensi, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap DPR.
Ia menegaskan bahwa gaya hidup seperti itu mencerminkan pola pikir mewah di tengah situasi ekonomi masyarakat yang serba sulit.
Namun, Mahkamah berpandangan lain.
Menurut MK, penentuan lokasi rapat adalah ranah internal DPR dan tidak menyangkut pelanggaran terhadap prinsip-prinsip konstitusi.
Sehingga, dalil para pemohon dianggap tidak berdasar menurut hukum.
Putusan ini tentu akan menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Di satu sisi, MK mempertahankan otonomi kelembagaan DPR dalam menyelenggarakan rapat.
Namun di sisi lain, publik mungkin akan terus mempertanyakan praktik penggunaan anggaran yang dianggap tidak efisien.
Dengan adanya putusan ini, DPR masih memiliki keleluasaan untuk mengadakan rapat di luar gedung, selama prinsip keterbukaan dan akuntabilitas tetap dijunjung tinggi.
Kini, sorotan publik mungkin akan beralih pada komitmen DPR dalam menjawab kritik soal efisiensi dan transparansi kerja mereka.
Masyarakat masih menunggu, apakah ke depan pola kerja parlemen bisa lebih hemat anggaran dan berpihak pada kepentingan rakyat, bukan sekadar kenyamanan elit semata.***
Sumber: hukamanews
Artikel Terkait
BREAKING NEWS: Banjir di Tol Tangerang Lalu Lintas Macet Parah, Grogol-Karawaci Ditempuh 5 Jam
Gibran janjikan 19 juta lapangan kerja, keluarga Selvi Ananda sibuk koleksi Balenciaga, Gucci, Hermes
TERBONGKAR Peran Pratikno di Kasus Ijazah Palsu Jokowi, Hampir Buat Ijazah Ditunjukkan Publik!
19 Juta Lapangan Kerja Cuma Omon-omon, Menteri Suruh Warga Kerja ke Luar Negeri