POLHUKAM.ID - Ketua Dewan Guru Besar UGM antar waktu periode 2018–2021, Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph.D., menyatakan polemik seputar keaslian ijazah Joko Widodo sudah terlalu jauh berkembang ke arah yang tak sehat dan harus segera diselesaikan secara ilmiah dan terbuka, bukan melalui dugaan atau kampanye spekulatif yang merugikan semua pihak.
Ia menanggapi mencuatnya kembali perdebatan soal dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi menyusul pencabutan pernyataan oleh mantan Rektor UGM, Prof. Sofian Effendi.
Menurut Koentjoro, situasi ini telah menimbulkan kebingungan publik dan merusak citra institusi akademik.
“Kita jangan larut dalam kabar yang tidak berdasar. UGM sebagai institusi akademik tentu punya catatan resmi. Jika memang ada permintaan klarifikasi, maka sebaiknya dikembalikan pada mekanisme hukum dan konfirmasi langsung dari sumber sah, bukan opini liar,” ujar Koentjoro seperti dikutip dari Podcast Madilog Forum Keadilan Sabtu 19 Juli 2025.
Ia juga mengkritik para pihak yang menyebarkan narasi tanpa dasar kuat.
Menurutnya, perdebatan soal keabsahan ijazah harus berdasar pada bukti, bukan klaim personal atau testimoni yang bersifat kabar burung.
“Kalau ada yang mengaku pernah bersama Pak Jokowi atau menyebut tidak pernah melihat ijazahnya, itu belum jadi dasar kuat. Yang dibutuhkan adalah verifikasi dokumen resmi yang bisa diuji secara objektif,” tegasnya.
Guru Besar Harus Menjaga Integritas Ilmiah
Koentjoro juga menyoroti bagaimana isu ini menyeret nama-nama guru besar dan memperkeruh ruang akademik.
Ia menilai, para akademisi seharusnya hadir sebagai penjernih, bukan justru menambah kegaduhan dengan pernyataan-pernyataan tanpa landasan ilmiah yang sahih.
“Ketika seorang profesor berbicara soal keaslian ijazah, maka pernyataan itu sebaiknya berdasarkan data, bukan hanya pengakuan dari pihak-pihak yang mungkin punya kepentingan. Apalagi jika sebelumnya pernah menyampaikan satu hal dan kemudian mencabutnya, itu akan memperkeruh keadaan,” tambahnya.
Sebagai mantan Ketua Dewan Guru Besar UGM, Koentjoro memastikan bahwa selama masa jabatannya, tidak pernah ada pembahasan resmi mengenai ijazah Presiden Jokowi di forum Dewan Guru Besar.
“Saya pernah membicarakan secara informal dengan beberapa rekan, tetapi tidak pernah ada rapat formal membahas keaslian ijazah Jokowi. Jadi kalau ada yang mengklaim mewakili UGM, harus dipertanyakan landasannya,” jelasnya.
Riset Harus Valid dan Bertanggung Jawab
Koentjoro juga mengkritik metode riset yang digunakan oleh sejumlah pihak yang menggugat keaslian ijazah Jokowi.
“Mengaku sebagai peneliti tapi tidak jelas sumber datanya, itu merusak marwah dunia akademik. Riset yang baik harus bisa diuji dan dikaji oleh publik ilmiah, bukan sekadar viral di media sosial,” tegasnya.
Koentjoro menyampaikan, apabila benar ada keraguan soal ijazah Presiden, maka cara paling tepat untuk menyelesaikannya adalah melalui jalur hukum dan permintaan resmi kepada instansi terkait, dalam hal ini UGM dan Kementerian Pendidikan.
“Kalau benar ingin tahu, ajukan permintaan resmi. Kalau hanya membuat gaduh, maka ini bukan soal akademik lagi, tapi sudah masuk wilayah politisasi,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan bahwa integritas akademik harus dijaga oleh semua civitas academica, termasuk dalam menanggapi isu politik.
“Jangan sampai dunia kampus digunakan sebagai panggung politik praktis. UGM harus tetap independen dan menjunjung tinggi nilai kebenaran ilmiah,” tutupnya.
[FULL VIDEO]
Sumber: Sawitku
Artikel Terkait
Penutupan Kongres PSI Bakal Dihadiri Prabowo, Jokowi Absen
Jokowi Punya Feeling Kuat, PSI Siap Jadi Partai Raksasa di 2034
Besok 50 Ribu Ojol Demo Kepung Istana, Ancam Lumpuhkan Sebagian Wilayah Jakarta
Kongres PSI: Omon-omon Baru Jokowi, Gajah Lampung atau Abrahah?