Gus Yaqut Resmi Dicekal, KPK Dalami SK Kontroversialnya: Siapa Bos Besar Beri Perintah?

- Rabu, 13 Agustus 2025 | 01:45 WIB
Gus Yaqut Resmi Dicekal, KPK Dalami SK Kontroversialnya: Siapa Bos Besar Beri Perintah?




POLHUKAM.ID - Penyelidikan skandal korupsi kuota haji di Kementerian Agama kini memasuki babak baru yang jauh lebih panas. 


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya berhenti pada tanda tangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, melainkan kini tengah mendalami proses penyusunan Surat Keputusan (SK) kontroversial yang menjadi biang keladi kerugian negara Rp 1 triliun tersebut.


Penyidik kini membidik pertanyaan krusial; Apakah Gus Yaqut bertindak sendiri, atau ada perintah dari atasan yang lebih tinggi?


Sebagai langkah pengamanan, ruang gerak Gus Yaqut kini resmi dipotong. KPK telah memberlakukan larangan bepergian ke luar negeri terhadapnya selama enam bulan ke depan.


Siapa Otak di Balik SK 'Perampok' Kuota Haji?


Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, secara blak-blakan mengungkapkan bahwa fokus penyidik kini adalah membongkar siapa dalang di balik terbitnya SK Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024


SK inilah yang secara terang-terangan melanggar undang-undang dengan mengubah formula pembagian kuota haji tambahan.


“Tentunya kami harus mencari bukti-bukti lain yang menguatkan, dan juga kami akan memperdalam bagaimana proses dari SK itu terbit," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (12/8/2025).


KPK tidak menelan mentah-mentah bahwa SK tersebut murni inisiatif seorang menteri. 


Asep menyebut pihaknya tengah menelusuri apakah SK itu disusun sendiri oleh Gus Yaqut atau hanya disodorkan untuk ditandatangani.


“Ada yang menyusun SK itu, kemudian di istilahnya disodorkanlah kepada yang bersangkutan untuk ditandatangan. Nah, ini yang sedang kami dalami,” ujar Asep.


Lebih jauh lagi, KPK kini mencari jejak perintah dari level tertinggi.


“Jadi kami lihat seperti tadi di awal, itu siapa yang memberi perintah. Apakah ada yang lebih tinggi dari itu kemudian memberi perintah atau bagaimana? Nah, itu yang sedang kami dalami,” tegasnya.


Penyidik akan menelusuri alur pembuatan SK ini dari bawah, mulai dari tingkat dirjen di Kemenag, untuk memastikan apakah usulan pembagian 50:50 ini merupakan inisiatif dari bawah (bottom-up) atau perintah dari atas (top-down).


Gus Yaqut Dicekal ke Luar Negeri


Untuk memastikan proses penyidikan berjalan lancar, KPK telah mengambil langkah tegas. 


Gus Yaqut bersama dua orang lainnya, yakni eks Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz (IAA) dan seorang pihak swasta berinisial FHM, resmi dicekal ke luar negeri.


“Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang larangan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.


"Keputusan ini berlaku untuk enam bulan ke depan.”


Sebelumnya, KPK telah menaikkan status kasus ini ke tahap penyidikan setelah memeriksa Gus Yaqut selama lima jam. 


Lembaga antirasuah ini juga telah mengumumkan bahwa perhitungan awal kerugian negara akibat skandal ini mencapai angka yang fantastis.


“Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun," ungkap Budi Prasetyo.


KPK Buka Peluang Panggil Jokowi di Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memanggil Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024.


Kasus korupsi kuota haji ini mencuat karena terjadi pada masa akhir pemerintahan Jokowi, dengan nilai kerugian negara ditaksir lebih dari Rp 1 triliun.


Kasus korupsi kuota haji 2024 berawal dari tambahan kuota 20 ribu jamaah yang diperoleh lewat lobi Jokowi kepada pemerintah Arab Saudi.


Tujuannya, memangkas waktu tunggu calon jamaah haji reguler yang bisa mencapai 15 tahun.


Namun, KPK menemukan pembagian kuota haji tambahan ini tidak sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.


Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan lembaga antirasuah tidak tebang pilih dalam memanggil saksi. Pemanggilan, termasuk terhadap Jokowi, akan dilakukan jika dibutuhkan penyidik.


"KPK terbuka untuk memanggil siapa saja yang diduga mengetahui konstruksi perkara ini dan dapat membantu membuka serta membuat terang penanganan perkara ini," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK.


Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan tambahan kuota 20 ribu jamaah ini merupakan hasil pertemuan Presiden RI saat itu, Jokowi, dengan pemerintah Arab Saudi.


"Tambahan 20 ribu kuota ini hasil pertemuan Presiden RI (saat itu Jokowi) dengan pemerintah Arab Saudi. Alasannya karena antrean haji reguler sampai 15 tahun lebih," ujar Asep, Sabtu (9/8) dini hari.


Sesuai aturan, 92 persen kuota haji seharusnya untuk jamaah reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Artinya, dari kuota tambahan 20 ribu jamaah, 18.400 harusnya dialokasikan untuk haji reguler, sedangkan 1.600 untuk haji khusus.


Namun kenyataannya, pembagian dilakukan 50:50, yakni 10 ribu untuk reguler dan 10 ribu untuk khusus.


"Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, karena dibagi dua tidak sesuai aturan," jelas Asep.


KPK menduga pembagian kuota yang melanggar aturan ini menjadi sumber kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun.


Meski kasus sudah naik ke tahap penyidikan, KPK masih menelusuri siapa pemberi perintah pembagian kuota haji yang tidak sesuai ketentuan dan siapa penerima aliran dana.


"Potensial tersangkanya tentu terkait alur perintah dan aliran dana. Siapa yang memerintahkan pembagian kuota tidak sesuai aturan ini," pungkas Asep.


Sumber: Suara

Komentar