Tak heran bila masyarakat, khususnya warga Tionghoa, memendam rasa benci pada Qiu.
Sebagai catatan, pada era VOC memang orang-orang Tionghoa jadi kelompok yang paling sering diperas pajak untuk hal-hal pribadi.
Benny G. Setiono dalam Tionghoa dalam Pusaran Politik (2008) menyebut mereka bahkan dikenakan pajak kepala dan kuku.
Bila menolak membayar, ancamannya adalah denda 25 gulden atau hukuman penjara.
Meski tercekik, warga hanya bisa patuh pada aturan itu jika tidak ingin mendapat konsekuensi penjara.
Namun, ketika Qiu meninggal pada Juli 1721, kesempatan untuk melampiaskan kekesalan akhirnya datang.
Lazimnya, pejabat atau tokoh terkenal diantar dengan hormat ke pemakaman. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi Qiu.
Tak seorang pun mau mengangkat petinya.
"Alhasil, peti mati berisi jasad Qiu diletakkan begitu saja di tengah jalan karena tidak ada orang mau mengangkatnya sampai kuburan," tulis Leonard Blusse.
Keluarganya pun kebingungan. Berbagai bujukan agar warga mau mengantar jasadnya ditolak mentah-mentah.
Pada akhirnya, mereka terpaksa menyewa warga lokal untuk mengusung peti Qiu ke liang lahat.
Meski sudah terkubur, kenangan pahit akibat kebijakan menyengsarakan Qiu tetap melekat kuat di ingatan rakyat.
Sumber: CNBC
Artikel Terkait
Bukan Dibangun Pakai Uang Rakyat! Ini Fakta Mengejutkan di Balik Masjid Jokowi di Abu Dhabi
Bayar Utang Whoosh dengan Uang Koruptor? Ini Rencana Kontroversial Prabowo
Maxim Indonesia: Rahasia Pesan & Daftar Driver untuk Hasilkan Cuan!
Prabowo Gaspol! Whoosh Tak Cuma ke Surabaya, Tapi Diteruskan Sampai Ujung Jawa Timur