Ini Alasan Empat Tersangka Korupsi PLTU 1 Kalbar Tidak Ditahan Polisi

- Selasa, 07 Oktober 2025 | 08:10 WIB
Ini Alasan Empat Tersangka Korupsi PLTU 1 Kalbar Tidak Ditahan Polisi


Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri menjelaskan alasan tidak ditahannya empat tersangka kasus korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat periode 2008-2018.

"Kalau untuk ditahan belum, kami belum. Sementara kami juga akan berkoordinasi dengan teman-teman Kejaksaan terhadap kelengkapan daripada bekas perkara itu sendiri," kata Kakortas Tipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 6 Oktober 2025.

Walau belum ditahan, Bareskrim pun tengah berusaha pencekalan keempatnya ke luar negeri.

"Ada pasti, itu (pencekalan) pasti ada tindakan itu pasti ada, jadi simultan, nanti pada saat penetapan tersangka kami juga sudah akan mengeluarkan pencegahan bepergian ke luar negeri," tegasnya.

Adapun keempat tersangka, yakni FM (Fahmi Mochtar) sebagai Direktur PLN saat itu, pihak swasta HK (Halim Kalla) selaku Presiden Direktur PT BRN, RR selaku Dirut PT BRN dan HYL selaku Dirut PT Praba.

Mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU 31/ 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam UU 20/ 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Kasus ini bermula ketika PLN menggelar lelang untuk pembangunan PLTU 1 di Desa Jungkat Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, pada tahun 2008 dengan sumber pembiayaan kredit komersial. 

Sayangnya, dalam pelaksanaan ada pengaturan kerjasama dengan PT BRN.

Pada 2009 sebelum dilaksanakannya tanda tangan kontrak, KSO BRN mengalihkan pekerjaan kepada PT PI, termasuk penguasaan terhadap rekening KSO BRN, alasannya dengan pemberian fee ke PT BRN.

Saat dilaksanakan tanda tangan kontrak pada tanggal 11 Juni 2009, PLN pun belum mendapatkan pendanaan, dan mengetahui bila KSO BRN belum melengkapi persyaratan. Bahkan, hingga berakhirnya waktu kontrak pada 28 Februari 2012, KSO BRN maupun PT PI baru bekerja atau menyelesaikan proyek 57 persen.

Ketika diperpanjang dan sampai kontrak yang ke 10 yang berakhir pada 31 Desember 2018, KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, karena alasan ketidakmampuan keuangan. 

Padahal, dalam proyek ini KSO BRN telah menerima Rp323.199.898.518, yang dialokasikan untuk pekerjaan konstruksi sipil dan sebesar 62,410,523.20 Dolar AS yang dialokasikan untuk pekerjaan mechanical electrical. Sehingga bila ditotal negara mengalami kerugian Rp1,3 triliun.

Sumber: rmol
Foto: Kiri-Kanan: Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Erdi Chaniago, Kepala Kortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo, dan Direktur Penindakan Kortas Tipikor Polri Brigjen Totok Suharyanto dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 6 Oktober 2025. (Foto: RMOL/Bonfilio Mahendra)

Komentar