Lahir Dari Rahim Ketidakjujuran: Prabowo, Gibran, Kaesang, dan Bobby Sebagai Produk Politik Jokowi?

- Rabu, 12 Maret 2025 | 00:25 WIB
Lahir Dari Rahim Ketidakjujuran: Prabowo, Gibran, Kaesang, dan Bobby Sebagai Produk Politik Jokowi?


Lahir Dari Rahim Ketidakjujuran: Prabowo, Gibran, Kaesang, dan Bobby Sebagai Produk Politik Jokowi?


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Dalam jagat politik Indonesia, kejujuran seolah menjadi barang mewah yang sulit ditemukan, terutama ketika berbicara tentang keluarga Jokowi. 


Jika semiotika mengajarkan bahwa setiap tanda memiliki makna, maka tubuh politik Jokowi adalah sebuah kanvas yang dipenuhi diksi pendusta. 


Bukan sekadar julukan kosong, tetapi sebuah simbol yang lahir dari rangkaian kebohongan, manipulasi, dan distorsi realitas yang terus dipertontonkan kepada rakyat. 


Dari tubuh yang diselimuti ketidakjujuran ini, lahirlah produk-produk politik yang menjadi warisan dinasti kekuasaan: Gibran sebagai Wakil Presiden, Kaesang sebagai Ketua Umum Partai, Bobby Nasution sebagai calon Gubernur Sumatera Utara, bahkan Prabowo sebagai Presiden yang merupakan hasil kompromi dari permainan politik Jokowi.


Jokowi dan Diksi “Pendusta” yang Melekat dalam Tubuhnya


Dalam perspektif semiotika Ferdinand de Saussure, tanda tidak berdiri sendiri tetapi selalu berhubungan dengan sistem yang membentuknya. 


Jika Jokowi adalah tanda, maka petandanya adalah kebohongan yang terus-menerus diproduksi. 


Sejak awal kekuasaannya, citra sederhana dan merakyat yang ia bangun bertabrakan dengan realitas yang menunjukkan kecenderungan pada oligarki dan nepotisme. 


Janji-janji yang ia ucapkan tentang tidak akan mencalonkan anaknya dalam politik kini terbukti omong kosong.


Dalam konteks semiotika Charles Sanders Peirce, tanda memiliki tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol.


Tubuh politik Jokowi yang dipenuhi kebohongan berfungsi sebagai ikon dari praktik politik dinasti yang ia ciptakan. 


Ia juga menjadi indeks dari rusaknya sistem demokrasi Indonesia, di mana aturan dapat diubah sesuka hati demi kepentingan segelintir orang. 


Lebih dari itu, ia telah menjelma sebagai simbol ketidakjujuran dalam politik, di mana apa yang dikatakannya hampir selalu bertolak belakang dengan kenyataan.



Halaman:

Komentar

Terpopuler