Dari 3 ketum parpol koalisi ini, hanya Ketum Partai Golkar, Airlangga Hartarto yang selama ini dijagokan maju sebagai capres. Namun, versi sejumlah lembaga survei, Airlangga tidak memiliki elektabilitas sebesar Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Meskipun masuk dalam bursa capres, Airlangga selalu berada di papan bawah.
Padahal, secara matematis, koalisi yang digagar Golkar, PAN dan PPP ini telah memenuhi persyaratan mengajukan capres seperti disyaratkan dalam pasal 222 Undang-Undang Pemilu. Yakni, 20 persen kursi legislatif atau 25 persen suara sah secara nasional.
Secara perolehan suara sah nasional pada Pemilu 2019, Golkar memperoleh 12,31 persen, PAN 6,84 persen dan PPP 4,52 persen. Total, perolehan suara sah nasional koalisi ini mencapai 23,67 persen.
Perolehan suara sah nasional tersebut memang belum memenuhi persyaratan 25 persen. Namun, ketiga parpol ini telah memenuhi persyaratan 20 persen kursi anggota DPR. Golkar mengantongi 85 kursi, PAN 44 kursi dan PPP 19 kursi. Dengan begitu, total kursi yang dimiliki Koalisi Indonesia Bersatu mencapai 148 atau melebihi ambang batas 115.
Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily membenarkan, koalisi yang digagas partainya bersama PAN dan PPP, bertujuan untuk menghadapi Pilpres 2024. Dalam pembentukan koalisi itu, kata dia, Golkar telah mematok syarat posisi calon presiden harus diisi oleh ketua umum mereka, Airlangga Hartarto.
Ace menyatakan, secara internal, Golkar telah menetapkan Airlangga sebagai capres dalam Musyawarah Nasional (Munas). "Keputusan Munas Partai Golkar soal pencapresan Pak Airlangga sudah diketahui PAN dan PPP," kata Ace, di Jakarta, kemarin.
Namun, Sekjen PAN, Eddy Soeparno membantah omongan Ace. Kata dia, pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu belum sampai membahas atau menetapkan capres atau cawapres. Termasuk mengajukan Airlangga sebagai jagoan yang bakal diusung.
"Kami hadir dalam pertemuan (Golkar-PAN-PPP) itu dengan pikiran terbuka, jadi merumuskan hal-hal yang sifatnya sangat luas, belum ada hal-hal yang menyangkut sesuatu yang konklusif," ujar Eddy, dalam diskusi di Jakarta, kemarin.
Eddy menilai, sah-sah saja bila Golkar punya keinginan untuk mengusung Airlangga sebagai capres. Yang terpenting, keinginan itu tidak dipaksakan untuk diterima oleh 2 parpol lainnya.
"Kalau misalnya, salah satu di antara teman-teman itu datang sudah dengan prasyarat, saya kira pertemuan tersebut tidak akan terjadi," ujar Eddy.
Pengamat Politik dari Saiful Mujani Research and Consulting, Saidiman Ahmad menilai cukup berat bila 3 parpol itu memaksakan mengambil capres dari internal mereka. Kalau pun mau mengusung, kata dia, maka peluangnya sebagai cawapres bukan capres. Sebab, dari 3 parpol itu, masing-masing ketua umumnya tidak memiliki elektabilitas yang mumpuni untuk bertarung dengan nama-nama besar lain.
Artikel Terkait
Kotak Pandora Purbaya Yudhi Sadewa: Fakta Mengejutkan di Balik Klaim Utang Jokowi!
Jokowi Bongkar Fakta Rumah Pensiun Colomadu: Bukan untuk Tinggal, Ternyata untuk Ini!
Rahasia Di Balik Pertemuan Tertutup Prabowo dan Dasco di Widya Chandra Terungkap!
Jokowi Dianggap Inkonisten, Benarkah Kebijakannya Buka Peluang Korupsi?