POLHUKAM.ID - Peta politik menuju Pilpres 2029 mulai memanas bahkan sebelum kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka resmi terbentuk.
Gesekan di internal koalisi pemenang mulai terendus, mengisyaratkan adanya perang dingin yang bisa mengancam posisi tokoh kunci, salah satunya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Pengamat militer dan intelijen, Connie Rahakundini Bakrie, membocorkan informasi sensitif yang mengarah pada adanya ketidaksukaan dari lingkaran kekuasaan saat ini terhadap Ketua Umum Partai Demokrat tersebut.
Hal ini diungkapkannya dalam podcast bersama Hendri Satrio, yang berpotensi menjadi sinyal awal guncangan politik jangka panjang.
'Orang Solo' Disebut Tak Suka AHY
Secara blak-blakan, Connie mengaku mendapat informasi ini dari sumber yang sangat valid, yakni Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
Menurutnya, ada resistensi kuat dari pihak yang ia sebut sebagai "Solo"—istilah yang jamak digunakan untuk merujuk pada lingkaran pengaruh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Pak Surya Paloh cerita ke saya bahwa pihak Solo itu tidak suka sama AHY," ujar Connie dalam podcast tersebut.
Pernyataan ini bukan sekadar gosip politik biasa. Ini adalah sinyal kuat bahwa meski Partai Demokrat telah bergabung dan AHY masuk dalam kabinet Jokowi di penghujung masa jabatan, riak-riak di bawah permukaan masih sangat kencang.
Ketidaksukaan ini, jika benar, bisa berdampak langsung pada posisi tawar AHY dan Demokrat di pemerintahan Prabowo mendatang.
Pertaruhan Tiket Cawapres Prabowo 2029
Gesekan ini menjadi semakin relevan ketika dikaitkan dengan kontestasi Pilpres 2029.
AHY merupakan salah satu figur muda yang paling digadang-gadang bakal menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto jika kembali maju untuk periode kedua.
Spekulasi ini diperkuat oleh pernyataan Connie selanjutnya.
Ketika ditanya soal potensi cawapres 2029, ia menyebut ada dua nama anak muda yang berpeluang.
Deskripsinya pun sangat spesifik dan mengarah pada peta konflik yang ada.
Satu kandidat adalah "yang tidak disukai Pak Jokowi," yang secara terang merujuk pada isu AHY.
Sementara kandidat lainnya adalah anak dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Ini menempatkan AHY dalam posisi sulit, di mana ia harus bersaing tidak hanya dengan kandidat lain tetapi juga dengan potensi resistensi dari lingkaran kekuasaan yang masih berpengaruh.
PDIP Menjadi Penyeimbang di Tengah Konflik
Di tengah memanasnya suhu politik di internal koalisi Prabowo, PDI Perjuangan justru mengambil posisi yang strategis. Connie menegaskan bahwa PDIP di bawah komando Megawati tidak akan menjadi oposisi frontal.
"Megawati mengatakan, 'Posisi kita adalah penyeimbang,' bukan oposisi," jelas Connie.
Pilihan sebagai "penyeimbang" menempatkan PDIP dalam posisi kunci.
Mereka bisa menjadi mitra kritis pemerintah sekaligus menjaga jarak, membuka semua opsi politik menuju 2029.
Posisi ini juga membuat PDIP menjadi alternatif koalisi yang menarik jika terjadi keretakan yang lebih besar di dalam kubu Prabowo akibat pertarungan pengaruh antara 'elite Solo' dan faksi-faksi lainnya.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Bukan Lewat MPR-DPR, Ini Cara yang Lebih Efisien Makzulkan Gibran dari Wapres
Ini Isi Buku Jokowi’s White Paper Karya Tifa CS yang Diduga Dibungkam
Eks KSAD Ini Jadi Saksi! Peluncuran Buku Jokowis White Paper di UGM Mencekam
Isu Masa Jabatan Presiden Bertambah Jadi 8 Tahun, Ketua MPR Membantah