2 Presiden Yang Pernah Bubarkan DPR, Apa Alasannya?

- Jumat, 29 Agustus 2025 | 03:10 WIB
2 Presiden Yang Pernah Bubarkan DPR, Apa Alasannya?




POLHUKAM.ID - Aksi unjuk rasa yang terjadi pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR Senayan, Jakarta akan memasuki babak baru. 


Berdasarkan informasi yang POPBELA rangkum dari berbagai sumber, unjuk rasa akan kembali berlangsung dan bahkan massa yang hadir juga akan lebih banyak. 


Salah satu tuntutan dari aksi unjuk rasa tersebut adalah dibubarkannya DPR karena dinilai nirempati terhadap kondisi masyarakat saat ini.


Menilik kembali sejarah yang terjadi, dua presiden terdahulu Indonesia pernah membubarkan DPR. 


Meski secara konstitusi presiden tidak bisa membubarkan DPR, kenyataannya, Presiden Pertama Indonesia Soekarno dan Presiden Keempat Indonesia Abdurrahman Wahid pernah mengeluarkan dekrit untuk membubarkan instansi tersebut.


Bagaimana sejarahnya? Simak rangkumannya berikut ini.


Soekarno membubarkan DPR melalui Dekrit 5 Juli 1959


Presiden pertama Indonesia, Soekarno, benar-benar mengambil langkah besar dengan membubarkan DPR pada 1960. 


Padahal, DPR saat itu adalah hasil Pemilu pertama di Indonesia yang digelar tahun 1955. 


Meski partainya, PNI, keluar sebagai pemenang, hubungan Soekarno dengan DPR kerap tegang, terutama ketika dewan tidak menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan pemerintah.


Puncaknya, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang salah satunya berisi pembubaran konstituante dan perubahan arah sistem politik Indonesia menuju Demokrasi Terpimpin


Sistem ini menempatkan presiden di posisi sangat dominan, sementara DPR, MPR, hingga Mahkamah Agung tidak lagi punya kekuatan yang seimbang. 


Untuk menggantikan parlemen lama, Soekarno membentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) lewat Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1960. 


Anggota DPR-GR pun sebagian besar ditunjuk langsung olehnya, termasuk dari kalangan militer.


Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra. Banyak pihak menilai langkah tersebut mengarah ke gaya pemerintahan otoriter karena melemahkan peran partai politik, bahkan partai Masyumi sampai dihapuskan. 


Namun bagi Soekarno, pembubaran DPR saat itu dianggap sebagai jalan keluar dari kebuntuan politik dan cara untuk menjaga stabilitas negara.


Gus Dur mengeluarkan Dekrit 23 Juli 2001 untuk membubarkan DPR


Empat dekade setelah Soekarno, Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, juga pernah mengeluarkan Dekrit Presiden pada 23 Juli 2001. 


Namun berbeda dengan Soekarno, langkah Gus Dur ini tidak berhasil dijalankan. 


Dekrit tersebut muncul di tengah memanasnya konflik politik antara dirinya dengan DPR dan MPR.


Gus Dur saat itu menghadapi berbagai tuduhan, mulai dari penyalahgunaan dana Bulog hingga bantuan Sultan Brunei


Meski kasus itu tak pernah terbukti, MPR sudah bersiap menggelar Sidang Istimewa untuk melengserkannya. 


Menolak rencana tersebut, Gus Dur mengumumkan dekrit yang berisi tiga poin penting: membekukan DPR dan MPR, mengembalikan kedaulatan ke rakyat dengan menggelar pemilu dalam setahun, serta membekukan Partai Golkar yang dianggap sebagai sisa kekuatan Orde Baru.


Sayangnya, dekrit ini justru ditolak oleh banyak pihak, termasuk Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri dan Ketua MPR Amien Rais


Beberapa jam setelahnya, MPR tetap menggelar Sidang Istimewa yang memutuskan untuk memberhentikan Gus Dur dari jabatannya. 


Momen tersebut menjadi akhir perjalanan Gus Dur sebagai presiden, dan menandai naiknya Megawati sebagai Presiden ke-5 RI.


Kalau dibaca dari dua peristiwa ini, jelas bahwa hubungan Presiden dan DPR memang bisa jadi titik rawan konflik politik. 


Namun sejak amandemen UUD 1945, aturan sudah ditegaskan melalui Pasal 7C UUD 1945 yang melarang Presiden membubarkan DPR. 


Hal ini memastikan bahwa Indonesia tetap menjaga keseimbangan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif, berbeda dengan sistem parlementer yang memungkinkan kepala pemerintahan membubarkan parlemen.


Namun, dengan adanya aksi unjuk rasa belakangan ini yang mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk membubarkan DPR karena dinilai sudah merugikan masyarakat dan nirempati, bukan tidak mungkin sejarah akan terulang kembali bukan?


Sumber: PopBella

Komentar