Warga China, menurut Sutoyo memegang teguh ajaran dan filsafat Sun Tsu, Seni Perang, dipelajari dengan tekun dan sungguh-sungguh. Politik bisnis, bisnis itu perang. Kalau pasar adalah medan perang maka diperlukan strategi dan taktik. Sun Tsu menulis :
“Serang mereka di saat mereka tak menduganya, disaat mereka lengah. Haruslah agar kau tak terlihat. Misteriuslah Agar kau tak teraba. Maka kau akan kuasai nasib lawanmu. Gunakan mata mata dan pengelabuhan dalam setiap usaha. Segenap hidup ini dilandaskan pada tipuan,” tegasnya.
Ketika Pribumi sedang terus terkena gempuran, keluarlah Instruksi Presiden No. 27 tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi . Sebuah Keputusan yang menghilangkan akar sejarah terbentuknya NKRI.
Sementara PBB justru melindungi eksistensi warga Pribumi. Melalui Sidang Umum PBB 13 September 2007, mengakui bahwa setiap belahan bumi itu ada penduduk asli ( Indigenous People = Pribumi ) yang harus dijaga. Pada pendiri bangsa ini sudah berfikir untuk melindungi anak cucu dari kejahatan yang akan memusnahkannya. Disitulah lahir Pancasila dan UUD 45.
Sebagai penghormatan pada kaum pribumi, maka lahirlah Asuransi Bumiputera.
Kata Sutoyo, di masa Presiden Gus Dur Instruksi Presiden No 14 / 1967 yang melarang etnis China merayakan pesta agama dan penggunaan huruf huruf Cina dicabut , dengan lahirnya Keputusan Presiden No. 6/2000, yang memberikan warga China kebebasan melaksanakan ritual keagamaan , tradisi, dan budaya kepadanya.
“Di masa Presiden Megawati mengeluarkan Keputusan Presiden No. 19 tahun 2002, hari Imlek menjadi hari libur Nasional,” jelasnya.
Sejarah terus berlanjut yang tidak pernah dipikirkan oleh para pendiri negeri tercinta ini. Pada Rapat Paripurna MPR RI tanggal 9 Desember 2001, amandemen ketiga UUD 45. Perjuangan bangsa dengan susah payah dijalani dan diperjuangkan tiba tiba berahir . Hak Indigenous People terkenal dengan Trilogi Pribumisme dianggap tidak ada. Tidak lagi diakui Pribumi sebagai pendiri negara, penguasa dan pemilik negara.
Pasal 6 ( 1 ) UUD 45 yang semula berbunyi : “Presiden ialah orang Indonesia ASLI .. diganti menjadi : “Presiden dan Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden’
“Sampai di sini mimpi Khubilai Khan sejak abad 13 terwujud dan berhasil menembus pusat kendali politik. Dipertontonkan kepada dunia warisan perjuangan bangsa di belokan, pagar negara dirobohkan,” paparnya.
Peluang emas bagi warga khususnya keturunan China berlompatan mendirikan Partai Politik sudah diduga arahnya akan menguasai Nusantara.
Menurut Sutoyo, pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lahir Keputusan Presiden no. 12 tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera no. SE – 06/Pred.Kab/6/1967, isinya “kita tidak boleh menyebut CHINA diganti TIONGHOA atau komunitas TIONGHOA.
Sekilas sejarah ini luar biasa, Indonesia tidak pernah mempermasalahkan negeri leluhurnya disebut sebagai identitas aslinya ( India, Arab, dll ) kita mengada-ada yang sebenarnya tidak ada yaitu : Republik Rakyat Tiongkok.
“Dalam sejarah di Nusantara terus sebagai penghianat bangsa dan negara. Tentu tidak menafikan ada beberapa warga keturunan China tampil patriotik membela negara bahkan sebagai menteri,” pungkasnya.
Sumber: suaranasional.com
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara