POLHUKAM.ID - Direktur Gerakan Perubahan sekaligus Ketua TPUA, Muslim Arbi, menilai bahwa pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan hal yang tidak terelakkan.
Ia menegaskan, naiknya Gibran ke kursi Wapres melanggar konstitusi dan dibayang-bayangi masalah moral maupun etika.
“Segera saja Gibran dimakzulkan. Pemakzulan itu suatu keniscayaan. Naiknya Gibran sebagai Wapres melanggar konstitusi. Ia cacat moral dalam kasus Fufufafa dan terbaru menunjukkan cacat adab, etika, dan sikap angkuh,” kata Muslim Arbi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/8/2025).
Muslim juga menyinggung laporan kasus dugaan korupsi yang pernah dilayangkan aktivis Ubedilah Badrun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menyeret nama Gibran dan Kaesang Pangarep.
Ia meyakini jika KPK bekerja sesuai undang-undang, keduanya dapat dijerat hukum.
“Kasus itu terang benderang di mata publik. Mereka selamat karena saat itu bapaknya masih Presiden. Kalau KPK jujur, niscaya Gibran dan Kaesang bisa terjerat dalam kasus KKN,” ujarnya.
Lebih lanjut, Muslim menyoroti penampilan Gibran dalam sebuah acara di Batujajar, Bandung, beberapa hari lalu.
Menurutnya, sikap Gibran yang tidak bersalaman dengan sejumlah Menteri Koordinator sekaligus Ketua Umum partai politik—seperti AHY (Demokrat), Zulkifli Hasan (PAN), Muhaimin Iskandar (PKB), dan Bahlil Lahadalia—merupakan tindakan tidak pantas dalam etika kekuasaan.
“Tidak salaman itu menunjukkan keangkuhan, kesombongan, dan cacat adab. Itu perilaku kekanak-kanakan yang tidak patut dilakukan seorang Wapres,” kata Muslim.
Ia menilai tindakan tersebut bisa dianggap sebagai bentuk pelecehan politik terhadap para ketua umum partai, yang justru memiliki posisi strategis di kabinet.
Muslim mengingatkan bahwa surat pemakzulan Gibran yang dilayangkan sejumlah purnawirawan TNI ke DPR RI sudah ada dan tinggal menunggu proses politik.
Menurutnya, partai-partai besar di parlemen bisa menggalang kekuatan untuk mempercepat langkah tersebut, terutama jika merasa marwah partainya dilecehkan.
“Jika PDIP dan Gerindra didukung Golkar, PKB, PAN, dan Demokrat kompak, nasib Wapres Gibran tinggal menghitung hari. Ke enam partai di DPR bersama DPD bisa mengajukan usulan pemakzulan ke MPR RI,” tegasnya.
Muslim menilai, jatuhnya Gibran dari kursi Wapres akan sekaligus mengakhiri dinasti politik Joko Widodo yang menurutnya membelenggu Indonesia selama satu dekade terakhir.
“Publik tahu, naiknya Gibran ini karena kekuatan oligarki politik dan ekonomi yang bermain selama 10 tahun kekuasaan bapaknya. Itu mencederai Indonesia tercinta,” pungkasnya.
Ancaman Pemakzulan dan Skenario PSI: Manuver Politik Gibran 'Mengamankan' Kursi Panas Wapres?
POLHUKAM.ID - Kursi Wakil Presiden yang diduduki Gibran Rakabuming Raka agaknya tak sedingin yang dibayangkan.
Belum genap setahun menjabat, riak-riak politik mulai menguji ketangguhan putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu.
Isu pemakzulan, meski masih sebatas wacana yang digulirkan oleh sejumlah kelompok, menjadi sinyal bahwa posisi Gibran adalah arena pertarungan kepentingan tingkat tinggi.
Namun, Gibran dan lingkaran politiknya tampak tidak tinggal diam.
Di tengah potensi ancaman, serangkaian manuver strategis terlihat mulai dijalankan, melibatkan kinerja di pemerintahan hingga konsolidasi kekuatan politik baru di luar koalisi utama.
Artikel ini akan mengupas tuntas potensi manuver politik Gibran, dari skenario pemakzulan, peran Partai Solidaritas Indonesia (PSI), hingga rapor kebijakannya sebagai "kartu truf" politik.
Guncangan di Kursi Wapres: Skenario Pemakzulan dan Bursa Pengganti
Wacana pemakzulan Gibran, salah satunya disuarakan oleh Forum Purnawirawan TNI, menjadi pemantik utama analisis ini.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyoroti bahwa posisi Gibran sangat bergantung pada soliditas koalisi pendukung Prabowo Subianto.
"Sekarang di DPR yang bisa melindungi Gibran adalah koalisi milik Prabowo Subianto. Kalau sudah tak bisa melindungi, ya sudah lepas," ujar Bivitri dikutip dari kanal Youtube Hendri Satrio, Senin (21/7/2025)
Analisis ini membuka mata kita pada realitas politik di parlemen.
Jika Gibran dianggap tidak lagi menguntungkan secara politik, bukan tidak mungkin partai-partai koalisi akan "mencuci tangan".
Secara konstitusional, jika seorang wakil presiden dimakzulkan, presiden akan mengajukan dua nama calon pengganti ke DPR/MPR untuk dipilih.
Di sinilah nama-nama besar seperti Ketua DPR Puan Maharani (PDIP) dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Agus Harimurti Yudhoyono (Demokrat) muncul sebagai kandidat kuat.
Keduanya memiliki modal politik yang signifikan: Puan dengan kekuatan PDIP sebagai partai pemenang pemilu, dan AHY sebagai representasi salah satu pilar penting koalisi Prabowo.
Artikel Terkait
OTT KPK Gagalkan Gubernur Riau Kabur, Ini Identitas dan Modus yang Bikin Heboh
BREAKING: KPK Umumkan Nasib Gubernur Riau Abdul Wahid Pagi Ini! Ini Fakta OTT dan Uang Sitaan Rp1 Miliar+
Ustadz Abdul Somad Beri Dukungan Usai Gubernur Riau Abdul Wahid Kena OTT KPK, Ini Pesan Hadistnya
OTT KPK! Harta Fantastis Gubernur Riau Abdul Wahid Tembus Rp4,8 Miliar, Ini Rinciannya