Manipulasi Konstitusi dan Cacat Etika, TPUA: Segera Makzulkan Gibran!

- Rabu, 13 Agustus 2025 | 12:35 WIB
Manipulasi Konstitusi dan Cacat Etika, TPUA: Segera Makzulkan Gibran!

Kalkulasi untung-rugi inilah yang membuat setiap manuver di Senayan patut dicermati, karena bisa jadi menentukan nasib Gibran di Istana.


PSI sebagai Sekoci Politik? Peran Kaesang dan Restu 'Pak Lurah'


Di tengah ketidakpastian dukungan koalisi, ada sebuah "sekoci" politik yang tampaknya sengaja disiapkan: Partai Solidaritas Indonesia (PSI).


Dipimpin oleh adiknya, Kaesang Pangarep, dan didukung penuh oleh sang ayah, Jokowi, PSI bertransformasi menjadi kendaraan politik yang menarik untuk diperhitungkan.


Dukungan Jokowi untuk PSI bukan lagi rahasia.


Dalam Kongres PSI di Solo pada Juli 2025, Jokowi secara terbuka menyatakan akan bekerja keras untuk membesarkan partai berlambang gajah tersebut.


"Saya akan selalu mendukung PSI. Oleh sebab itu saya akan bekerja keras untuk PSI," ujar Jokowi, yang disambut meriah oleh para kader.


Langkah ini bisa dibaca sebagai strategi dua kaki.


Di satu sisi, Gibran menjalankan tugasnya di dalam pemerintahan Prabowo.


Di sisi lain, keluarganya membangun basis kekuatan politik independen melalui PSI.


Jika suatu saat Gibran kehilangan dukungan di koalisi utama, PSI yang solid dan loyal bisa menjadi alat tawar (bargaining power) yang sangat kuat.


Dengan kata lain, PSI disiapkan sebagai jaminan agar Gibran dan kepentingan politik keluarganya tetap relevan dan memiliki suara, apa pun dinamika yang terjadi di pemerintahan.


Rapor Kinerja Gibran: Kebijakan sebagai Tameng Politik


Cara paling elegan untuk melawan serangan politik adalah dengan menunjukkan kinerja.


Tampaknya, Gibran memahami betul hal ini. Sejak dilantik, ia aktif terlibat dalam berbagai program pemerintah yang menyentuh langsung masyarakat, terutama generasi muda dan kelompok ekonomi bawah.


Beberapa kebijakan dan program yang menjadi fokus Gibran antara lain:


Program Makan Siang dan Susu Gratis: Sebagai salah satu janji kampanye utama, program ini terus dipantau pelaksanaannya dan menjadi citra populis yang melekat pada pemerintahan Prabowo-Gibran.


Bantuan Subsidi Upah (BSU): Gibran terpantau aktif meninjau langsung penyaluran BSU 2025 untuk memastikan bantuan tunai bagi para pekerja tepat sasaran.


Digitalisasi dan Kredit Start-up: Mendorong hilirisasi digital dan program kredit bagi para perintis usaha dari kalangan milenial, sesuai dengan latar belakangnya sebagai pengusaha muda.


Pendidikan dan Pesantren: Memperluas akses sekolah gratis dan mengawal program Dana Abadi Pesantren menjadi bagian dari upayanya meraih simpati dari basis massa yang lebih luas.


Dengan membangun rekam jejak yang positif, Gibran tidak hanya memenuhi tugasnya sebagai wapres, tetapi juga membangun 'tameng' berupa popularitas dan kepuasan publik.


Semakin tinggi tingkat kepuasan publik terhadap kinerjanya, semakin sulit bagi elite politik untuk menggulirkan isu pemakzulan tanpa risiko mendapat perlawanan dari masyarakat.


Dinasti Politik atau Strategi Jangka Panjang?


Melihat rangkaian manuver ini, kita dihadapkan pada dua tafsir.


Kalangan kritis akan melihat ini sebagai upaya pelanggengan dinasti politik, di mana kekuasaan diatur dan diamankan untuk kepentingan keluarga.


Jalur istimewa Gibran ke kursi wapres dan konsolidasi PSI di bawah adiknya menjadi argumen utama dari tafsir ini.


Namun, dari kacamata realpolitik, ini adalah sebuah strategi jangka panjang yang cerdas.


Keluarga Jokowi, sebagai kekuatan politik baru di luar trah-trah lama, perlu membangun fondasi yang kokoh untuk bisa bertahan dalam kerasnya persaingan politik nasional.


Gibran membuktikan kapasitasnya di pemerintahan, sementara Kaesang membangun mesin politiknya.


Ini adalah realitas baru dalam politik Indonesia, di mana popularitas dan kinerja menjadi modal yang tak kalah penting dari sokongan partai politik tradisional.


Masa depan akan menjawab apakah strategi Gibran ini akan berhasil mengamankan posisinya hingga akhir masa jabatan atau justru memicu konsolidasi kekuatan lawan yang lebih besar.


Yang pasti, percaturan ini membuat politik Indonesia jauh dari kata membosankan.


Sumber: JakartaSatu

Halaman:

Komentar

Terpopuler