Setya Novanto Bebas Bersyarat, Formappi: Jalan Menuju Pembebasan Bangsa dari Korupsi Semakin Jauh

- Minggu, 17 Agustus 2025 | 20:20 WIB
Setya Novanto Bebas Bersyarat, Formappi: Jalan Menuju Pembebasan Bangsa dari Korupsi Semakin Jauh



POLHUKAM.ID  - Mantan Ketua DPR RI sekaligus politisi Partai Golkar, Setya Novanto alias Setnov, resmi mendapatkan pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025 setelah menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Pembebasan bersyarat Setya Novanto ditanggapi oleh peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus.

Lucius mengatakan, pembebasan bersyarat terpidana kasus korupsi KTP elektronik, Setya Novanto, menjadi kado buruk bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.

Menurut Lucius, keputusan pembebasan bersyarat itu berlawanan dengan semangat Presiden Prabowo Subianto.


Dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR/DPR pada Jumat (15/8/2025), Prabowo mengatakan berkomitmen besar untuk memberantas korupsi.

"Janji Presiden untuk mengejar pelaku korupsi bahkan jika itu adalah elite purnawirawan TNI dan kader partainya sendiri terasa hambar ketika dunia penegakan hukum kita justru bermain dengan hukuman bagi pelaku yang sudah divonis dan dihukum penjara seperti Setya Novanto," kata Lucius kepada Tribunnews.com, Minggu (17/8/2025).


Lucius berujar, ironi antara pidato Presiden yang berapi-api dan kenyataan hukum yang bermurah hati terhadap koruptor menjadi suguhan tak lucu di tengah perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

"Kita pun jadi makin sadar bahwa omongan paling berani soal pemberantasan korupsi bisa jadi tinggal omon-omon saja," ujar Lucius.

Lucius menerangkan, jika pemerintah serius, maka harus ada komitmen sama di semua lini penegakan hukum.

"Harus ada komitmen yang sama bahwa tak ada revisi, amnesti hingga pembebasan bersyarat bagi pelaku korupsi agar ada efek jera bagi pelaku lainnya," terang Lucius.


"Dengan pembebasan bersyarat Setya Novanto, maka jalan menuju pembebasan bangsa dari korupsi nampaknya semakin jauh," ucap Lucius.

Lucius memaparkan, sikap lunak terhadap koruptor bisa membuat politisi tidak jera.


"Pemberantasan korupsi hanya jargon politik saja, dan karena itu para politisi nampaknya tak merasa harus takut untuk melakukan korupsi lagi. Toh seberat-beratnya hukuman, kemurahan hati bagi para pelaku nampaknya tak pernah berhenti diberikan oleh penegak hukum dan penguasa," papar Lucius.



Divonis 12,5 Tahun Penjara 

Diberitakan sebelumnya, Setya Novanto mendapatkan pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025 setelah menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Sebelum dapat pembebasan bersyarat, Setya Novanto divonis 12,5 tahun penjara dalam putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung.


Vonis untuk Setya Novanto itu turun dari vonis awal 15 tahun. 

Setya Novanto juga dijatuhi denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan serta diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu, hak politik Novanto untuk menduduki jabatan publik dicabut selama dua tahun enam bulan.

Masa tersebut baru berlaku setelah ia bebas murni pada 2029.


Alasan Pembebasan

Sementara itu, Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Ditjenpas, Rika Aprianti, menjelaskan bahwa Setya Novanto dibebaskan bersyarat, karena telah menjalani dua pertiga masa tahanan dan berkelakuan baik, selain juga melunasi denda serta uang pengganti.

"Sesuai dengan putusan pengadilan, kalau kami kan melaksanakan putusan pengadilan ya, bahwa dicabut hak politiknya setelah 2,5 tahun itu, setelah berakhir masa bimbingan, artinya setelah bebas," kata Rika di Lapas Kelas IIA Salemba, Jakarta, pada Minggu (17/8/2025).

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Mashudi, menambahkan bahwa Setya Novanto masih wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan hingga 2029.


"Yang pasti akan dicabut (kalau melanggar). Kalau menurut ketentuan daripada permen-nya, undang-undangnya," tutur Mashudi.

Total remisi yang diterima Novanto tercatat sebanyak 28 bulan 15 hari.

Dalam kasus korupsi KTP elektronik, ia disebut menerima 7,3 juta dollar AS dan sebuah jam tangan Richard Mille senilai 135.000 dollar AS

Sumber: Wartakota 

Komentar