Adapun KPK sebelumnya telah memanggi Deddy Rangkuti yang merupakan sepupu Bobby Nasution.
Dia diperiksa KPK di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Padang Sidimpuan, Sumut, 15 Agustus 2025.
Deddy Rangkuti dan saudaranya Ricky Rangkuti disebut ikut membas pergeseran APBD Sumut 2025 termasuk usulan sejumlah proyek pembangunan jalan di Sumut senilai Rp 231,8 miliar.
Mantan bendahara tim pemenangan Bobby sekaligus Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, Firsal Mutyara, mengatakan ia selalu berkomunikasi dan memberikan pandangan kepada gubernur dan forum komunikasi pimpinan daerah mendorong perkembangan ekonomi Sumut.
"Saya selalu berkomunikasi kepada gubernur dan memberikan pandangan. Saya kurang tau mengenai yang lainnya," kata Firsal yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama Bank Sumut.
Salah satu pejabat Eselon III Dinas Sosial Sumut mengatakan, APBD Sumut 2025 telah dirombak sebanyak empat kali oleh tim bayangan bentukan Gubernur Sumut Bobby Nasution.
Tim tersebut, katanya, bekerja tanpa SK dan melakukan pergeseran mata anggaran secara ugal - ugalan termasuk di Dinas Sosial.
"Anggaran di semua dinas dievaluasi. Kami setuju perjalanan dinas dipangkas demi efisiensi anggaran, namun banyak anggaran yang bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak dialihkan ke pembangunan infrastruktur. Pemotongan anggaran dilakukan tanpa konsultasi dengan kepala dinas. Padahal program sudah disusun oleh Tim Anggaran Pemerintahan Daerah atau TAPD," katanya.
Sementara Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumatera Utara Erwin Hotmansah Harahap mengatakan, untuk mengakomodir Perpres Nomor 1 Tahun 2025, kepala daerah terpilih seperti Bobby Nasution dapat membentuk tim percepatan, tim efisiensi hingga tim asistensi anggaran APBD.
"Untuk Sumut saya belum tahu pak gubernur mengakomodir Perpres Nomor 1 Tahun 2025 dengan membentuk tim percepatan, tim efisiensi atau tim asistensi. Nanti saya konfirmasi dulu nama - nama yang disebut sebagai tim efesiensi anggaran tersebut," demikian Erwin.
KPK tengah mendalami proses pergeseran anggaran
Pendalaman ini dilakukan saat memeriksa Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut, M Ahmad Effendy Pohan, sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Ahmad Effendy Pohan adalah pejabat senior di Pemprov Sumut yang telah menduduki berbagai posisi strategis selama kariernya.
Dia menjadi Penjabat (Pj) dan Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah Sumut dalam beberapa periode antara Desember 2024 hingga Juni 2025.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, sempat menjelaskan fokus utama pemeriksaan terhadap Ahmad Effendy Pohan adalah untuk menelusuri bagaimana proyek yang sebelumnya tidak ada dalam perencanaan bisa muncul dan mendapatkan alokasi dana.
"Didalami terkait dengan pergeseran anggaran," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.
"Jadi dua proyek di PUPR itu kan sebelumnya belum masuk ya di dalam perencanaan anggaran. Kemudian proyek itu muncul, dan itu bagaimana prosesnya kita dalami," sambungnya.
Budi menegaskan bahwa pergeseran anggaran tersebut terjadi pada tahun anggaran yang sama, sesuai dengan kurun waktu (tempus) perkara yang sedang diusut oleh KPK.
Namun, saat ditanya apakah pergeseran anggaran tersebut diketahui oleh Gubernur Sumut Bobby Nasution yang menjabat saat itu, Budi enggan berkomentar lebih jauh.
Ia menyatakan bahwa materi detail penyidikan belum dapat disampaikan kepada publik.
"Kami belum bisa sampaikan secara detail materi penyidikan ini, namun secara umum yang didalami terhadap saksi yang hari ini dipanggil adalah terkait dengan pergeseran anggaran tersebut," jelasnya.
Adapun lemanggilan Pj Sekda Sumut ini merupakan bagian dari pengembangan kasus yang berawal dari OTT yang dilakukan KPK pada akhir Juni 2025.
Dalam operasi senyap tersebut, KPK menetapkan lima orang di antaranya:
1. Rasuli Efendi Siregar (RES) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
2. Heliyanto (HEL), selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut.
3. M Akhirun Efendi Siregar (KIR) selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG).
4. M Rayhan Dulasmi Pilang(RAY) selaku Direktur PT Rona Na Mora (RN).
5. Topan Obaja Putra selaku Kadis PUPR Sumut.
Atas perbuatan tersebut, Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menyangkut dugaan korupsi pada sejumlah proyek pembangunan dan preservasi jalan di Dinas PUPR Sumut serta di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Provinsi Sumut dengan total nilai proyek mencapai sedikitnya Rp 231,8 miliar.
KPK menduga ada janji pemberian fee sebesar Rp 8 miliar kepada para pejabat, di mana Rp 2 miliar di antaranya telah ditarik oleh pihak swasta dan diduga akan didistribusikan.
Ada dua kasus yang digarap KPK.
Pertama terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut, yaitu:
a. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–SP. Pal XI tahun 2023, dengan nilai proyek Rp 56,5 miliar;
b. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI tahun 2024, dengan nilai proyek Rp17,5 miliar;
c. Rehabilitasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI dan penanganan longsoran tahun 2025;
d. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang–Gunung Tua–Sp. Pal XI tahun 2025.
Perkara kedua terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Satker PJN Wilayah 1 Sumut, yaitu:
a. Proyek pembangunan Jalan Sipiongot batas Labusel, dengan nilai proyek Rp 96 miliar;
b. Proyek pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot, dengan nilai proyek Rp 61,8 miliar.
Sumber: MonitorIndonesia
Artikel Terkait
Kejagung Malah Memohon ke Pengacara Silvester: Langkah Kontroversial Pengganti Status Buron
Hotman Paris Dibantah! JPU Tegaskan Ada Kerugian Negara dalam Korupsi Laptop Chromebook
Propam Turun Tangan Usut Dugaan Perselingkuhan Anggota Brimob Polda Jabar
KPK Selidiki Dapur Haji, Bukan Cuma Soal Kuota!