POLHUKAM.ID - Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Robert Joppy Kardinal menyebut bahwa warga Raja Ampat hanya dapat kompensasi Rp10 juta pertahun dari tambang nikel yang ada di Raja Ampat.
Berdasarkan kunjungannya ke Distrik Waigeo Barat Kepulauan pada Maret dan April 2025 lalu, Robert menyebut warga setempat menolak tambang karena tidak mendapatkan keuntungan yang sepadan.
“Masyarakat hanya dapat bantuan Rp10 juta per tahun. Ini kan tidak ada manfaat. Yang bekerja, semua orang dari luar,” katanya dikutip Senin (9/6/2025).
Robert menegaskan keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan tambang sangat minim, baik sebagai tenaga kerja maupun kontraktor. Kata dia, sebagian besar pekerja dan pihak yang terlibat justru berasal dari luar daerah, bahkan dari Jakarta.
“Coba lihat siapa yang bekerja. Masa orang-orang Sorong tidak bisa jadi kontraktor di situ? Semua bawa dari Jakarta. Jadi uangnya balik lagi ke Jakarta. Terus manfaatnya apa di situ?” tanyanya.
Adapun Robert Joppy termasuk orang yang kontra dengan aktivitas pertambangan nikel ini. Menurutnya, aktivitas tambang bisa merusak ekosistem laut di sekitar Raja Ampat. Sekalipun pemerintah mengklaim lokasi tambang jauh dari wilayah konservasi.
“Tidak boleh (ada pertambangan), karena namanya konservasi. Waktu mereka melakukan pemuatan, pasti ada yang jatuh ke laut. Itu berarti kawasan konservasinya terganggu,” katanya.
Dugaan korupsi
Anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Papua Yan Mandenas menduga ada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di balik penerbitan izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat.
“Pasti ada indikasi KKN dalam proses penerbitan izin tambang yang tidak prosedural,” kata Mandenas, Minggu (8/6/2025).
Pun, dia mendukung pemerintah memeriksa pejabat berwenang yang menerbitkan izin penambangan nikel tersebut. Kasus tambang di Raja Ampat, kata politikus Partai Gerindra itu, bisa menjadi pintu masuk pemerintah untuk memeriksa semua izin pertambangan di Papua.
Tak hanya itu, dia juga mendukung pemerintah menertibkan izin tambang yang melanggar prosedur dan ketentuan administrasi di seluruh wilayah Papua. “Wajib diperiksa pejabat yang berwenang dengan indikasi-indikasi lain yang menyebabkan izin itu bisa diproses dan diterbitkan,” tegas Mandenas.
Mandenas meminta izin tambang nikel di Raja Ampat dikaji ulang guna memastikan kegiatan eksplorasi lingkungan diterbitkan sesuai ketentuan.
Penerbitan izin tambang, kata dia, menyangkut lebih dari satu kementerian. Artinya, dalam satu perizinan oleh kementerian terdapat rekomendasi dari kementerian terkait lainnya. “Apalagi, Raja Ampat masuk sebagai kawasan wisata dan hutan lindung,” pungkas Mandenas.
Sumber: monitor
Artikel Terkait
Satu Dekade Jokowi: Antara Konsolidasi Kekuasaan dan Warisan Politik
Ngaku Salah, Panitia Kurban Minta Maaf usai Minta Rp 15.000 ke Warga untuk Tebus Satu Kantong Daging
Bejat! Polisi di NTT Diduga Perkosa Korban Pemerkosaan yang Lapor ke Polsek
HEBOH! Ada Artis Dituding Tularkan HIV ke Cucu Konglomerat, Siapa?