POLHUKAM.ID - Tuduhan serius mengenai kembalinya watak otoritarianisme di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilontarkan secara terbuka.
Tak tanggung-tanggung, Jokowi disebut telah menjelma menjadi "Malin Kundang politik" yang mengkhianati amanat reformasi demi melanggengkan kekuasaan oligarki dan dinasti politik.
Kritik pedas ini datang dari Selamat Ginting, seorang analis politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas).
Dalam sebuah diskusi panas di Podcast Forum Keadilan TV, Ginting memaparkan analisisnya bahwa lanskap politik Indonesia kini berada dalam kondisi genting.
"Hampir semua pihak tersandera," ujar Ginting dikutip dari YouTube, menggambarkan cengkeraman kekuasaan yang menurutnya telah melumpuhkan banyak elemen bangsa.
Menurutnya, fenomena ini bukan isapan jempol, melainkan sebuah realitas yang didukung oleh berbagai indikasi kuat, salah satunya adalah intervensi kekuasaan hingga ke jantung pendidikan tinggi.
Ginting menyoroti proses pemilihan rektor di sejumlah universitas yang diduga kuat "dipengaruhi oleh presiden".
Jika ini benar, maka pilar kebebasan akademik sebagai penjaga nalar kritis bangsa tengah berada di ujung tanduk.
Kajian Ilmiah Perkuat Sinyal 'Authoritarian Revival'
Kekhawatiran yang disuarakan Ginting ternyata sejalan dengan berbagai kajian akademis yang mulai bermunculan.
Ia merujuk pada beberapa buku yang secara spesifik membahas fenomena ini, seperti "The Jokowi Presidency: Indonesia's Decade of Authoritarian Revival" dan "Kronik Otoritarianisme Indonesia".
Kehadiran karya-karya ilmiah ini menjadi sinyal bahwa dugaan kemunduran demokrasi bukan lagi sekadar opini, melainkan telah menjadi subjek penelitian serius.
"Situasi ini seolah membawa Indonesia kembali ke era demokrasi terpimpin dan otoritarianisme," tegas Ginting, menyiratkan bahwa perjuangan reformasi selama puluhan tahun terancam sia-sia di bawah kepemimpinan Jokowi.
Dari 'Wong Cilik' Menjadi 'Troublemaker' Bangsa?
Dalam analisisnya, Selamat Ginting tak ragu menyebut Jokowi sebagai "troublemaker bagi bangsa".
Menurutnya, di balik citra sederhana dan merakyat yang berhasil "menghipnosis masyarakat", telah lahir "monster oligarki dan dinasti politik yang merusak pondasi demokrasi".
Panggung kekuasaan Jokowi, lanjut Ginting, dirancang oleh "desainer kekuasaan profesional" yang bekerja di sekelilingnya.
Puncak dari kritik ini adalah penyematan julukan "Malin Kundang politik".
"Jokowi telah mengkhianati partai, amanat reformasi, dan pesan anti-KKN," tudingnya.
Analogi ini digunakan untuk menggambarkan sosok yang dinilai telah melupakan asal-usul dan janji-janji yang pernah diucapkannya.
Pembangunan patung Jokowi saat masih aktif menjabat bahkan dianggap sebagai bentuk "sesembahan", sebuah gejala kultus individu yang sangat berbahaya bagi demokrasi.
Bayang-Bayang Jokowi di Era Prabowo
Lebih jauh, Ginting mengkhawatirkan pengaruh Jokowi tidak akan serta-merta hilang setelah ia lengser.
Ia menuduh Jokowi masih mengontrol kekuasaan di berbagai lini strategis, termasuk institusi penegak hukum seperti kepolisian.
Implikasinya, harapan publik akan penegakan hukum yang adil dalam kasus-kasus sensitif, seperti dugaan ijazah palsu yang pernah ramai, menjadi sulit terwujud.
Pengaruh ini diprediksi akan terus berlanjut ke pemerintahan selanjutnya.
Ginting mengindikasikan bahwa "bayang-bayang Jokowi dalam kekuasaan Presiden Prabowo adalah realitas politik saat ini", menandakan sebuah era baru di mana kekuasaan lama masih akan terus mencengkeram.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Istilah Serakahnomic Cocok untuk Keluarga Jokowi
Pengamat: Yang Bisikin Presiden Soal Indonesia Gelap Dibiayai Koruptor Itu Intel Gadungan!
Prabowo Sebut ‘Indonesia Gelap’ Dibiayai Koruptor Tanpa Ada Bukti
Ijazah Jokowi: Kriminalisasi Pengkritik Buktikan Kebenaran? Logika Terbalik di Pusaran Kontroversi!