Datang ke Kejagung, Ini 8 Omongan Kontroversial Ahok Soal Pertamina!

- Kamis, 13 Maret 2025 | 17:00 WIB
Datang ke Kejagung, Ini 8 Omongan Kontroversial Ahok Soal Pertamina!

POLHUKAM.ID - Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tiba di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI pada Kamis (13/3/2025) lebih awal dari jadwal pemeriksaannya terkait kasus mega korupsi impor minyak di Pertamina.


Mantan Komisaris Utama Pertamina ini dikenal sebagai sosok vokal dan tak segan mengkritik kebijakan di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).


Kedatangannya ke Kejagung kali ini membawa sejumlah dokumen penting yang diduga dapat mengungkap lebih jauh kasus yang sedang diselidiki.


Sejak menduduki posisi strategis di Pertamina pada 2019, Ahok kerap melontarkan pernyataan kontroversial mulai dari dugaan inefisiensi anggaran hingga praktik korupsi yang menggerogoti perusahaan energi pelat merah itu. 


Diketahui Ahok mengundurkan diri dari Komisaris Utama Pertamina pada 2 Februari 2024 karena mendukung dan berkampanye pada pasangan Capres Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. 


Berikut delapan pernyataan atau omongan kontroversial Ahok yang menarik perhatian publik mengenai BUMN Pertamina:


1. Ahok Pernah Pertanyakan Limit Kartu Kredit Direksi Pertamina, Usul Fasilitas Dihapus


Saat menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, Ahok menyoalkan mengenai transparansi penggunaan fasilitas kartu kredit oleh jajaran direksi sehingga meminta agar para direksi membuka dengan jelas limit dan tagihan kartu kredit yang mereka gunakan.


Langkah ini diambil sebagai bagian dari upayanya untuk menghapus fasilitas tersebut bagi dewan direksi dan komisaris Pertamina yang dinilainya tidak memiliki transparansi yang memadai.


Menurut Ahok, fasilitas kartu kredit ini berpotensi disalahgunakan tanpa pengawasan yang ketat.


Ahok menegaskan bahwa jika tidak ada kejelasan terkait penggunaannya, maka sebaiknya fasilitas tersebut dihapus demi akuntabilitas dan efisiensi keuangan perusahaan pelat merah itu.


2. Ahok Bongkar Fasilitas Mewah Direksi Pertamina dari Kartu Kredit


Ahok secara tegas meminta agar kebijakan pemberian kartu kredit dan gaji tambahan bagi direksi dihapuskan demi transparansi dan efisiensi keuangan perusahaan pelat merah tersebut.


Ahok juga mengungkap bahwa penghapusan fasilitas ini dapat menghemat anggaran dalam jumlah yang fantastis.


Ia menyebut seorang direktur Pertamina bisa menerima uang representatif atau gaji tambahan sebesar Rp 200 juta per bulan, sementara penggunaan kartu kredit direksi mencapai miliaran per tahun.


Jika dikalkulasikan untuk seluruh direksi dan komisaris Pertamina, pengeluaran ini bisa mencapai puluhan miliar setahun yang belum termasuk pemakaian kartu kredit yang kerap mencapai batas maksimal setiap bulannya.


Dorongan Ahok akhirnya membuahkan hasil. Pertamina pun merespons dengan menghentikan penggunaan kartu kredit bagi direksi, komisaris, serta seluruh pejabat di Pertamina Group dengan diberlakukan melalui surat No 204/H00000/2021-S4.


3. Ahok Sentil Utang Pertamina & Usul Bubarkan Kementerian BUMN


Pada tahun 2020, Ahok sempat menyoroti kebijakan utang Pertamina yang digunakan untuk mengakuisisi lapangan migas di luar negeri, padahal Indonesia sendiri masih memiliki 12 cekungan besar yang kaya akan potensi minyak dan gas.


"Kenapa harus utang dan cari migas di luar, padahal di dalam negeri masih banyak yang bisa digarap?" sindirnya.


Ahok bahkan mengusulkan agar Kementerian BUMN dibubarkan karena dinilai tidak efektif. 


Ia menilai bahwa Presiden Jokowi tidak bisa mengontrol langsung lembaga dan perusahaan di bawah kementerian tersebut.


Sebagai gantinya, ia menyarankan pembentukan Indonesia Incorporation yang mirip dengan Temasek di Singapura.


"Kementerian BUMN harus dibubarkan sebelum Pak Jokowi turun sebetulnya. Kita harus sudah ada semacam Indonesia Incorporation, persoalannya presiden enggak bisa kontrol manajemen BUMN," tegas Ahok.


Ahok melontarkan kritik tajam terhadap tata kelola Pertamina dan Kementerian BUMN yang disebutkan jika direksi Pertamina kerap melakukan lobi-lobi ke Menteri BUMN, terutama menjelang pergantian manajemen.


Ahok mengungkapkan bahwa perombakan direksi sering kali dilakukan secara sepihak oleh Menteri BUMN tanpa berkonsultasi dengan komisaris.


Hal ini mencerminkan buruknya sistem pengawasan dalam tubuh perusahaan pelat merah tersebut.


4. Ahok Sindir Tata Kelola Pertamina: Merem Juga Tetap Untung!


Ahok juga menyoroti besarnya pendapatan Pertamina yang mencapai Rp 800 triliun per tahun, namun menurutnya, pengawasan terhadap perusahaan migas pelat merah itu masih sangat lemah.


Ia bahkan menilai bahwa tanpa kerja ekstra pun, Pertamina tetap meraup keuntungan besar.

Halaman:

Komentar