POLHUKAM.ID - Penasihat Khusus Presiden Urusan Pertahanan Nasional Jenderal TNI (Purn) Dudung Abdurachman ikut menimpali perihal delapan petisi Forum Purnawirawan TNI yang salah satu tuntutannya kepada MPR terkait desakan pemakzulan terhadap Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka.
Mantan KASAD TNI itu mengaku waswas adanya pihak yang memanfaatkan adanya tuntutan para purnawirawan tersebut.
Pernyataan itu disampaikan oleh Dudung Abdurachman saat ditemui awak media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/5/2025) malam.
Menyikapi soal tuntutan tersebut, Dudung Abdurachman awalnya meminta agar para purnawirawan TNI menggunakan wadah resmi seperti Pepabri, PPAD, PPAL, dan PPAU untuk menyampaikan aspirasi mereka jika ingin mengatasnamakan purnawirawan.
Dudung Abdurachman menilai jika purnawirawan memilih untuk membuat forum tersendiri sebaiknya tidak mengatasnamakan sikap mereka mewakili purnawirawan TNI.
“Kalau misalnya ada aspirasi ga harusnya disampaikan ke wadahnya. Wadahnya ada Pepabri, PPAD, PPAL, PPAU. Nyatanya, Pepabri, PPAD, PPAL, PPAU juga tidak menyampaikan (sikap) seperti itu kepada Presiden,” beber Dudung Abdurrahman dikutip dari Antara, Selasa (5/5/2025).
Pepabri ialah Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI-Polri, sementara PPAD kependekan dari Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat, PPAL ialah Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Laut, dan PPAU merujuk kepada Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Udara.
Dudung khawatir jika purnawirawan tidak menggunakan wadah resmi, maka mereka dapat menyampaikan sikap pribadi tetapi mengatasnamakan kelompok purnawirawan TNI.
“Jangan kemudian nanti kepentingan-kepentingan pribadi justru mengatasnamakan purnawirawan. Padahal, tidak semua purnawirawan seperti itu,” sambung Dudung.
Artikel Terkait
Puan Maharani Bongkar Masalah Utang Whoosh: DPR Akan Usut Tuntas!
Prof Henri Balik Badan Bongkar Rekayasa Gibran Cawapres: Saya Kecewa dengan Jokowi!
Misteri Dewa Luhut di Balik Proyek Whoosh: Rahasia yang Baru Terungkap
Fakta Mengejutkan di Balik Proyek Whoosh: Dugaan Markup Rp 60 Triliun dan Potensi Kerugian Negara